Itulah kira-kira apa yang mereka bayangkan. Padahal, ini bayangan yang tidak sepenuhnya benar. Kesalahan memang selalu membuat ancaman bagi diri sendiri. Melahirkan bayangan yang mengerikan. Seringkali apa yang dibayangkan lebih besar dari kenyataan yang akan dihadapi. Ketakutan yang berlebihan seringkali mendorong untuk menciptakan tindakan antisipasi yang berlebihan pula. Ini justru bisa menjadi kontra-produktif dan malah menambah kesalahan baru. Dengan begitu, akan makin terus berkembang rasa takut.
Seperti pepatah mengatakan, sekali orang berbohong, maka akan terjebak pada kebohongan berikutnya. Begitu juga adanya rasa takut karena telah berbuat salah. Ini bisa mendorong seseorang untuk melakukan kesalahan berikutnya sebagai bentuk antisipasi.
Karena rasa takut ini, telah mendorong capres-cawapres melakukan segala cara. Aturan ditabrak, etika dilanggar, ketidakpatutan dihiraukan. Strategi preman dijadikan pilihan. Sporadis. Intimidasi sana sini. Logistik yang dibagikan menjadi tidak wajar, bahkan membabi buta. Moral dan mental rakyat, terutama para agamawan (ulama, kiai, ustaz, pendeta, dll), dirusak dengan hambur-hamburkan uang kepada mereka. Dari sini, kualitas agamawan juga bisa diukur.
Menang atau hancur-hancuran, begitu pikiran ubnormal yang sedang meracuni mereka. Satu putaran atau rusuh. Ini tentu jauh dari semangat kontestasi. Ini bukan cara-cara seorang negarawan. Jiwa patriotik dan spirit demokrasi lenyap. Yang tersisa adalah nafsu berkuasa. Fokusnya adalah bagaimana bisa menang. Apapun caranya, pokoknya harus menang satu putaran. Gak bisa satu putaran, chaos. Gawat !
Komentar