Tapi bukan hal-hal ini yang membuat Mega hendak menyingkirkannya, melainkan karena dia menjadi penghalang bagi ambisi Mega mempromosikan putrinya sendiri, Puan Maharani.
Dengan mendorong Ganjar ke belakang, Mega mengirim pesan tegas dan konsisten bahwa Ganjar bukan siapa-siapa dan tidak akan menjadi capres PDI-P. Bahkan, Mega juga berharap semua parpol menjauhinya dengan mengatakan seharusnya parpol mengusung kadernya sendiri, bukan malah membajak kader PDI-P. Secara implisit, Mega juga berpesan kepada Jokowi untuk berhenti mengusung Ganjar.
Bagaimanapun, Ganjar tidak lenyap dan masih “melawan” ambisi Mega. Toh, Jokowi, oligarki, dan Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) masih ingin mencapreskannya karena dia satu-satunya dipandang sebagai aspiran capres yang berpotensi menyaingi Anies Baswedan. Bagi mereka, Anies adalah tokoh anti-tesis Jokowi yang akan membuyarkan mimpi-mimpi mereka.
Narasi menyedihkan tentang tiga tokoh PDI-P di atas mengungkpakan kepada kita pergumulan di internal PDI-P. Inilah alasan mengapa hingga hari ini Mega belum juga mendeklarasikan capres dari PDI-P. Demikian juga KIB yang didirikan atas desakan Jokowi untuk menjadi sekoci bagi Ganjar kalau PDI-P tak mengusungnya.
Ganjar sendiri masih berharap pada akhirnya Mega akan realistis untuk memilihnya ketimbang Puan yang elektabilitasnya masih jeblok. Kalaupun tidak, nampak ia siap menjadi capres dari kubu koalisi manapun sepanjang parpol, Jokowi, dan oligarki menghendakinya.
Memang sudah lama Ganjar kebelet menjadi presiden dan jauh-jauh hari ia telah bekerja keras untuk itu, yang membuat Mega murka. Apakah dalam pidatonya misi Mega menyingkirkan Jokowi dan Ganjar akan berhasil? Tidak juga.
Malah pertarungan ketiganya bakal kian keras. Mega mengira kekuatannya sangat besar yang mudah menundukkan Jokowi dan Ganjar. Ini asumsi yang keliru. PDI-P bukan partai penjamin kemenangan calon yang diusungnya.
Mega sendiri dua kali dikalahkan SBY, tokoh yang kalah populer dengan dirinya. Kemenangan Jokowi dalam dua pilpres bukan ll semata-mata kantaran ia didukung PDI-P, tapi karena Jokowi sendiri sudah populer. Nyaris mustahil Mega akan mengusungnya kalau ia tidak populer pada waktu itu.
Kondisi objektif bidang ekonomi, politik, sosial, dan hukum bangsa hari ini yang terus memburuk mestinya tak menguntungkan capres yang terasosiasi dengan Jokowi. Apakah kenyataan ini yang menjadi alasan mengapa Mega menjaga jarak dengan Jokowi? Entahlah.
Apapun, ke depan situasi akan kian sulit bagi ketiga tokoh seiring dengan nembesarnya ketidakpuasan rakyat atas kinerja pemerintah. Sementara Mega, Jokowi, dan Ganjar saling kunci demi ambisi masing-masing.
Situasi tidak akan sesulit ini sekiranya tidak ada Anies Baswedan, yang populeritasnya terus menanjak, yang mencerminkan keinginan rakyat atas perubahan. Dan perubahan yang didambakan itu tidak akan terjadi bila ketiga tokoh ini masih berperan dominan di pemerintahan mendatang. Wallahu ‘alam bissawab!
Komentar