TERNATE —Polemik status Ibukota Provinsi Maluku Utara kembali menjadi sorotan publik. Hingga kini, Kecamatan Sofifi yang telah ditetapkan sebagai ibukota melalui Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2000, belum juga dimekarkan menjadi Daerah Otonom Baru (DOB) Kota Madya. Kondisi ini menimbulkan ketidakpastian dan kritik tajam dari berbagai pihak.
Sofifi resmi ditunjuk sebagai ibukota sejak masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Gubernur Thaib Armaiyn. Namun, statusnya sebagai kecamatan dinilai tidak mampu memenuhi fungsi sebagai pusat pemerintahan provinsi. Infrastruktur yang terbatas, pelayanan publik yang belum optimal, serta minimnya aktivitas kelembagaan vertikal di Sofifi memperkuat kekhawatiran tersebut.
Hingga kini, sebagian besar ASN Pemprov Maluku Utara masih memilih berdomisili di Kota Ternate dan hanya berangkat ke Sofifi untuk urusan kedinasan. Lembaga-lembaga seperti Polda Malut, Kejati, dan Korem pun belum sepenuhnya berpindah ke Sofifi. Hanya beberapa instansi seperti Kementerian Agama dan BKKBN yang telah berkantor tetap di sana.
Gubernur Maluku Utara pertama, H. Thaib Armaiyn, mengungkapkan bahwa upaya pemekaran DOB Sofifi sempat mencapai tahap final di tingkat pusat. Namun, intervensi dari Kesultanan Tidore yang menolak pelepasan wilayah adat dan kekhawatiran akan potensi konflik horizontal menyebabkan rencana itu ditunda.
Komentar