TERNATE — Dua dekade lebih sejak Maluku Utara dimekarkan, status ibu kota provinsi masih menggantung di udara. Sofifi, yang ditetapkan sebagai pusat pemerintahan, belum benar-benar berfungsi sebagaimana mestinya. Sementara itu, dinamika dan polemik soal Daerah Otonomi Baru (DOB) terus berputar di ruang publik tanpa arah penyelesaian yang jelas.
Masyarakat, akademisi, dan pengamat sosial mulai bersuara keras. Mereka menilai pemerintah terjebak dalam status simbolis Sofifi, tanpa benar-benar menjadikannya pusat aktivitas pemerintahan yang konkret.
“Sofifi lebih banyak hidup di dokumen administratif ketimbang di realitas lapangan,” kritik Muslim Arbi, aktivis dan peneliti kebijakan publik.
“Selama fungsi-fungsi pelayanan publik dan sentralitas kegiatan pemerintahan masih lebih banyak di Ternate, maka penetapan Sofifi sebagai ibu kota hanyalah simbol kosong.”tukas dia.
Jalan Rusak, Kantor Sepi, Pelayanan Tersebar
Pantauan di lapangan menunjukkan bahwa infrastruktur dasar di Sofifi masih jauh dari ideal. Jalan utama banyak yang rusak, transportasi publik minim, dan kantor-kantor pemerintahan sering kali kosong atau beroperasi tidak penuh.
Komentar