Maluku Utara, negeri kaya raya di bibir Pasifik, terus memberi tanpa pernah benar-benar menerima. Di balik kilau emas, nikel, hasil laut, dan kekayaan hutan tropisnya, Maluku Utara justru menjadi potret paling telanjang dari ketimpangan kebijakan nasional.
Jika dibandingkan dengan Papua, Kalimantan, atau Sulawesi, Maluku Utara tampak seperti kuncup bunga madu yang diperebutkan para lebah, tetapi setelah habis manisnya, ia ditinggalkan. Tidak ada jejak cinta, hanya luka yang tertinggal.
Eksploitasi Maksimal, Imbalan Minimal
Dari tambang emas Gosowong, gurita tambang nikel di Halmahera, sampai potensi perikanan yang menjadi tulang punggung industri ekspor nasional, Maluku Utara berkontribusi besar terhadap pemasukan negara. Tapi anehnya, pembangunan infrastruktur, perluasan daerah administratif, hingga representasi dalam kabinet dan birokrasi pusat nyaris tak sebanding.
“Jika dibandingkan dengan Papua dan daerah lainnya, Maluku Utara adalah potret anomali kebijakan politik pembangunan nasional,”
Demikian kutipan kritis yang menggambarkan ironi ini.
Komentar