oleh

Program 100 Hari Kerja Gubernur Sherly -Sarbin, Dari Kerusakan Sistem, Lingkungan dan Hak Rakyat

-HEADLINE-808 Dilihat

Sherly Tjoanda dan Sarbin Sehe, Gubernur dan Wakil Gubernur Maluku utara baru saja melakoni ritual politik pemerintahan baru yakni program 100 hari kerja.

Program 100 hari kerja adalah langkah awal dari Gubernur dan Wakil Gubernur Malut periode 2025-2030 ini untuk memastikan bahwa visi dan misi telah mulai dijalankankan. Program 100 hari kerja merupakan bagian yang tak terpisahkan dari Visi Misi Daerah selama 5 tahun berjalan. Dalam periode ini, keduanya akan fokus pada implementasi program-program prioritas.

Apa hasilnya ?

Sherly-Sarbin mengklaim berhasil melakukan berbagai kebijakan terebosan pro rakyat di program 100 hari kerja.Program pendidikan gratis melalui kebijakan BOSDA Rp.36 milyar, Program UHC, program mudik gratis, program Rumah Layak Huni dan lainya adalah sederet program yang diklaim kubu Sherly-Sarbin menandai keberhasilan mereka melakoni program 100 hari kerja.

Baca Juga  Hj.Ike Masita Tunas, S.Sos.M.Si, Ketua PD SP KEP SPSI Prov.Malut Kecam Dugaan Aksi Premanisme TKA

Partai-partai koalisi pendukung Sherly-Sarbin seperti Demokrat, PKB dan PAN nampak solid, sepakat bahwa Sherly-Sarbin sukses melakoni program 100 hari kerja.

Suara Kritis “ Gagal” Mengaum Kencang

Namun suara kritis “kegagalan” juga mengaum kencang.100 hari kerja justru menjadi ajang kerusakan sistem penyelenggaraan pemerintah daerah, sistem pengelolaan proyek, ajang konflik kepentingan dan kerusakan lingkungan hidup serta hak rakyat.

Setidaknya dapat dirangkum dari suara politisi, LSM dan aktivis.

Rusaknya Sistem Hubungan Eksekutiv-Legislativ.

Tak bisa dipungkiri, 100 hari kerja Sherly-Sarbin diwarnai dengan konflik sistimatis dalam hubungan Eksekutiv dengan legislativ.Sherly Tjoanda, Gubernur Malut dinilai bermain Solo run dan potong kompas ke pusat tanpa koordinasi dengan legislativ atau DPRD Malut.Kasus ini cukup mengemuka di soal pergeseran anggaran APBD induk tahun anggaran 2025.APBD yang disahkan bersama DPRD dan Eksekutiv dalam bentuk Perda APBD tahin 2025 itu diutak-Atik sendiri oleh Gubernur Sherly.

Baca Juga  Pansus Hak Angket DPRD Malut Stillbirth dan Kematian Martabat Legislativ ?

Dr.Azis Hakim, ekonom dari Unkhair mengaku heran dengan prilaku Gubernur Sherlyyang tak mengindahkan kaidah konstitusional itu.

”Untuk apa ada nota kesepahaman antara legislativ dan Eksekutiv dalam pengesahan Perda APBD”ujar dia dengan nada tanya kritis.

Kelakuan Pemprov ini dinilai mengacaukan sistem hubungan Eksekutiv dengan legislativ.Pelanggaran sistematis ini dikhawatirkan menjadi presden buruk terhadap sistem penyelenggaraan pemerintahan daerah ke depan.

”Nanti ke depan jadi alasan ada juriprudensi bahwa Perda bisa dirubah Eksekutiv”tukas sumber media ini.

Rusaknya Sistem Tender Proyek

Baca Juga  Visi Pemerintahan Transparansi Bassam-Helmi Dieksplorasi Plt.Kepala DPMD Hal-Sel

Kerusakan sistem juga terbaca dari kebijakan Pemprov yang meng swakelola kan proyek fisik bernilai puluhan milyaran rupiah.

Seperti diketahui, Pemprov melakui Dinas PUPR dan Biro BPBJ melakukan swakelola terhadap proyek rehabilitasi rumah dinas Gubernur, Rumah Dinas Wakil Gubernur dan Kantor Gubernur bernilai puluhan milyaran.Konon kebijakan yang sama bakal dilakukan untuk proyek jalan lingkar pulau Obi sebesar Rp.25 milyar rupiah.

Oleh DPRD Malut melalui komisi 3, kebijakan ini menabrak Perpres nomor 46 tahin 2025 tentang pengadaan barang dan jasa.

”Kebijakan swakelola ini bertentangan dengan Perpres no 46 tentang pengadaan barang dan jasa, kita akan gelar RDP dengan Kadis PUPR dan Plt.Kpl.Biro BPBJ Malut”tegas Marlisa Marsaoly, ketua Komisi 3 dari Fraksi PDI P.

Konflik Kepentingan

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *