oleh

MASA DEPAN INDONESIA

-OPINI-27 Dilihat

Di tengah ketidakpastian geopolitik dan geoekonomi global, yang berdampak pada perekonomian nasional, tangan kekuasaan menciptakan instabilitas politik dalam negeri menjelang pilpres yang tak sampai setahun lagi. Masa depan Indonesia pun jadi taruhan.

Upaya memperpanjang masa jabatan presiden masih berlangsung. Pada saat bersamaan, istana masih berusaha menyingkirkan Anies Baswedan — diusung Nasdem, Demokrat, dan PKS — dari kontestasi pilpres.

Syahwat kekuasaan dan kepentingan kelompok menjadi sumber kekisruhan politik bangsa hari ini. Siapa saja pemainnya? Apa motifnya? Mengapa Anies harus dikorbankan?

Upaya memperpanjang masa jabatan presiden terkini adalah keputusan kontroversial PN Jakarta Pusat yang mengabulkan gugatan Partai Prima terhadap KPU terkait proses verfikasi parpol. Pengadilan itu meminta KPU menunda pemilu selama dua tahun empat bulan dengan melakukan proses verfikasi ulang dari awal.

Baca Juga  Jokowi Terlalu Perkasa Untuk Diadili

Keputusan ini kontroversial karena bukan wewenangnya. Tak heran, semua pakar hukum tata negara menentang keputusan itu. Yang menarik, Ketum PDI-P Megawati Soekarnoputri — yang biasa lamban merespons isu nasional — kali ini langsung bereaksi menolak keputusan pengadilan itu.

Reaksi Mega tak bisa dilepaskan dari sosok Menko Marves Luhut Binsar Panjaitan. Hubungan Mega-Luhut memang tidak harmonis sejak lama. Itu terlihat sejak awal pembentukan kabinet pemerintahan Jokowi periode pertama. Kendati merupakan Timses dan karib bisnis Jokowi sejak masih menjabat Walikota Solo, Luhut tidak masuk dalam daftar menteri kabinet.

Baca Juga  Prabowo dan Hidup Jokowi

Penyebabnya, ia ditentang Mega (juga Surya Paloh dan JK). Luhut pun melakukan lobi ke Jokowi melalui Panda Nababan. Untuk mengelabui Mega dan Paloh, Jokowi merekrut Luhut ke lingkaran kekuasaan tanpa perlu langsung menjadi menteri. Untuk sementara, dia diangkat jadi Ketua Dewan Kepresidenan. Dalam perjalanan waktu, sesuai rencana, Luhut diangkat jadi menteri, bahkan kemudian menjadi menteri segala urusan yang sangat powerful.

Tekanan Mega agar Jokowi membuang Luhut ketika reshuffle kabinet tidak berhasil. Selain Luhut adalah politisi ulung, Jokowi yang tak punya visi dan kapasitas yang terbatas sudah sangat bergantung pada kapasitas Luhut. Dan kebetulan keduanya punya syahwat kekuasaan dan kepentingan yang sama.

Bagaimanapun, fenomena Luhut sangat mengecewakan Mega dan Paloh. Itu sebabnya, ketika Luhut memunculkan wacana perpanjangan masa jabatan presiden — melaui relawan, menteri, dan ketum parpol yang bermasalah — PDI-P dan Nasdem termasuk parpol terdepan dalam menolak gagasan itu.

Baca Juga  Di Era Prabowo, Orang-Orang Yang Dibesarkan Jokowi Dibantai

Selain tak mau partai mereka dikecam publik, Mega dan Paloh tahu itu gagasan Luhut (yang disambut Jokowi) untuk berkuasa lebih lama. Tanpa sadar, Jokowi sudah masuk dalam perangkap politik yang dibuat Luhut. Misalnya, diduga ia membawa putera-putera Jokowi ke dalam bisnis kotor dan memfasilitasi putera dan menantunya memperoleh kekuasaan di Solo dan Medan. Luhut tahu betul Jokowi seorang ambisius tapi tidak tahu cara mendapatkan mimpi-mimpinya.

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *