Tentu tantangan tetap ada. Keterbatasan fiskal dan dinamika politik membuat proses penambahan anggaran tak mudah. Di sini peran individu seperti Al‑Qassam menjadi krusial: menggalang dukungan lintas fraksi, mempublikasikan argumen yang konkret kepada publik, dan memastikan tuntutan anggaran disertai mekanisme pengawasan. Kepemimpinan efektif adalah yang mampu mengubah simpati menjadi kebijakan yang terukur dan berkelanjutan.
Akhirnya, kalau benar kita ingin mewujudkan visi “membangun dari pinggiran”, maka pengorbanan simbolik harus diganti dengan komitmen nyata. Izzuddin Al‑Qassam Kasuba memperlihatkan bahwa wakil rakyat bisa menjadi katalis perubahan itu — menempatkan kebutuhan daerah dalam agenda nasional dan menuntut agar institusi publik yang menyiarkan kehidupan lokal diberi ruang bernafas. Publik menengah yang kritis perlu mendukung upaya semacam ini: bukan demi figur, melainkan demi fungsi negara yang lebih inklusif dan efektif.
Semoga rangkaian pembahasan RAPBN 2026 tidak melewatkan peluang ini. Bila negara serius, dukungan pada media publik di daerah harus diwujudkan dan tokoh-tokoh yang berani mengangkat isu seperti Al‑Qassam layak diapresiasi sekaligus diuji hasilnya.
Komentar