oleh

Maluku Utara: Miskin Dalam Bahagia

-OPINI-528 Dilihat

Dan ketika APBN dibagikan, Maluku Utara hanya kebagian 0,3%—serendah nominal uang seribu yang menggambarkan pulau-pulau mereka. Jumlah peredaran uang pun minim, investasi mengalir deras ke sektor ekstraktif, tapi bocor ke luar wilayah. Efek berganda yang dijanjikan lebih sering menetes ke luar negeri daripada ke kampung halaman.

Timpang ini bukan ilusi. Ini realita yang bahkan bisa dijelaskan dengan bahasa komedi. Seperti guyonan Cak Imin yang mengolok teori trickle-down effect, dan syair sindiran Prabowo Subianto terhadap jargon “hilirisasi” yang katanya membawa kesejahteraan, tapi justru memiskinkan kampung-kampung tambang di Halmahera.

Baca Juga  Presiden Prabowo "Serakahnomics" Membongkar Luka Nusantara di Tengah Tambang

Maluku Utara hari ini adalah laboratorium dari semua itu: tempat di mana angka statistik tumbuh, tapi kualitas hidup tetap jalan di tempat. Sebuah provinsi yang kerap dibanggakan dari podium, tapi jarang disinggahi dengan kebijakan yang berpihak.

Mungkin, yang lebih mengerti keadaan Maluku Utara bukan Presiden, bukan Bank Indonesia, bukan para pemodal nikel, tapi… uang seribu itu. Ia diam, lusuh, dan beredar dari tangan ke tangan. Tapi ia tahu cerita pulau-pulau yang dilukiskannya: tentang janji, tentang jarak, dan tentang kenyataan bahwa bahagia tak selalu berarti sejahtera.

Baca Juga  80 Tahun Merdeka “Indeks Kemerdekaan Pulau”

Dan pada akhirnya, kita semua belajar satu hal dari uang seribu dan pidato itu:
Bahwa kadang, kemiskinan bisa terselip rapi di balik data kebahagiaan.

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *