Politik sering mengubah teman jadi lawan. Bukan lantaran watak politik itu sendiri, tapi karena ambisi para politisi. Mereka bersembunyi di balik adagium “politik itu kotor”.
Maka dalam sejarah sejak zaman kuno, pengkhianatan sesama teman terjadi di semua negara dari semua peradaban. Politik kekuasaan adalah biang dari pengkhianatan, pengasingan, pemenjaraan, bahkan pembunuhan orang-orang dekat.
Sejarah kerajaan-kerajaan di Nusantara juga penuh dengan intrik istana yang masih kita tiru sampai sekarang. Di negara-negara demokrasi modern yang beradab, tindakan keji untuk mempertahankan atau merebut kekuasaan sudah jarang terjadi.
Ini karena adanya mekanisme saling kontrol antarlembaga negara, hukum ditegakkan, pers bebas dijunjung tinggi, masyarakat sipil tumbuh subur, dan perebutan kekuasaan dilakukan melalui pemilu yg fair; juga kebebasan berpendapat dijamin dan, terutama, moral dan etika dijadikan pemandu dalam berpolitik.
Di negara berkembang, prinsip demokrasi demi menciptakan negara yang kuat, makmur, dan beradab, sering dilanggar, sehingga melahirkan instabilitas, bahkan perang saudara.
Yang lebih miris, elite politik justru sering menjalankan politik “tujuan menghalalkan cara” dengan mengabaikan moral dan etika. Secara paradoks, mereka mengidentikkan kepentingan mereka sendiri dengan kepentingan negara.
Dalam sejarah Indonesia modern, saling menyingkirkan teman sejawat atau menyingkirkan tokoh yang dipersepsikan sebagai ancaman terhadap kekuasaan — yang dipandang sebagai penghalang bagi ambisinya meraih kekuasaan — masih juga terjadi, bahkan makin gencar belakangan ini. Soekarno dan Soeharto melakukan hal itu.
Megawati Soekarnoputri diberitakan mencampakkan perjanjian Batutulis 2009 yang dibuat dengan Prabowo Subianto. Sesuai perjanjian, PDI-P akan mengusung Prabowo dalam pilpres 2014. Tapi ia berpaling pada padaJokowi yang punya potensi meraih kekuasaan lebih besar.
Pada gilirannya, Jokowi mengkhianati Prabowo dengan bersedia menjadi lawan Prabowo dalam pilpres. Sebelumnya ia telah berjanji pada Ketum Partai Gerindra itu, yang sangat berjasa pada karier politiknya, untuk tidak ikut pilpres 2014.
Dalam pilpres 2019, Prabowo berjanji pada pendukungnya untuk timbul tenggelam bersama rakyat. Nyatanya Prabowo timbul (dengan menjadi menteri) sedangkan pendukungnya dibiarkan tenggelam. Bahkan Prabowo juga mematahkan janjinya untuk tidak ikut pilpres 2019.
Komentar