oleh

BERBURU BUKU-BUKU ‘ANTIK’ DI BLOK-M

-OPINI-215 Dilihat

Oleh : M.Guntur Alting

”APA yang muncul di benak Anda ketika mendengar nama blok-M ?”– Sepintas yang terlintas adalah tempat nongkrong gaul dan surga kuliner Asia.

Bahkan blok-M adalah ikon dari Musik, film fesyen, cinta, dan pergaulan anak muda. Setidaknya itulah kenangan yang melekat di benak generasi 90-an.

Bagi saya yang lahir dan besar di luar Jakarta. Dengar nama blok M, yang muncul di benak adalah film bergendre drama remaja berjudul “Blok-M (Bakal Lokasi Mejeng)” diliris (1990). Ini adalah film yang menggambarkan kehidupan remaja di kawasan Blok M pada era 90-an.

Film ini menceritakan kisah Lola (diperankan Desy Ratnasari) yang membentuk geng dan menjelajahi Blok-M, serta persahabatannya dengan Cindy (diperankan Paramitha Rusady) yang terpaksa menjadi pelacur amatir karena masalah ekonomi keluarga. Ada juga Nike Ardila dan Mariam Belina sebagai pemeran

Baca Juga  Testimoni : MEMBACA "SEJENAK HENING" DALAM LENSA AKADEMISI, AGAMAWAN, MOTIVATOR KOLUMNIS DAN JURNALIS

Selain itu, Blok-M asosiasinya adalah terminal. Saya ingat ketika menjadi mahasiswa UIN Alauddin Makassar, melakukan studi tour dari Jogjakarta-ke Jakarta. Dengan Bus kami turun di blok-M. Dan itulah awal mulanya saya menginjakakan kaki di Jakarta.

Tapi siapa sangka, di balik ingar-bingar Blok-M, tersembunyi surga buku antik yang mungkin tak banyak orang tahu?, selama ini yang umumnya orang tahu adalah di pasar Kwitang di daerah Senen.

Pertama kali mendengar buku antik di blok M ini dari teman di kampus.

“Tak hanya di senen Pak Guntur, di Blok-M juga tersedia buku antik.” Ceritanya pada suatu waktu.

Baca Juga  Mardiono Ditolak, Siapa Kandidat Ketum PPP 2025-2030?

“Waah tak jauh dari rumah tuh, penasaran aah, mungkin ada waktu saya akan liat-liat kesana” kata saya.

Demikian, sore yang mendung. Saya bersama kedua Anak saya Faizah dan Yusuf, menuju ke Blok-M. Kami tiba di sana menjelang magrib. Perjalanan kami dimulai dari depan Pintu Mutiara 2 Blok M Square.

Turun satu lantai melalui tangga di depan lobi, kami masih harus turun sekali lagi dengan eskalator untuk sampai di tempat surga buku itu berada.

Didepan kami deretan lapak-lapak buku. Proses perburuan pun di mulai. Kami bertiga berpencar, masing-masing mencari buku-buku keperluannya.

Sejak dari rumah saya sudah melist buku-buku yang ingin saya cari. Setahun terakhir ini saya terpapar dengan karangan De Lestari, Leila S Chodori dan novel-novel fiksi dari kisah nyata, juga buku-buku biografi .

Baca Juga  80 Tahun Merdeka “Indeks Kemerdekaan Pulau”

Berada di tengah lokasi lapak-lapak buku, seolah-olah hilang kewarasan kita. Ingin membeli sebanyak-banyaknya, karena harganya murah. Selain itu banyak buku-buku yang tidak kita dapatkan lagi di toko-toko buku saat ini.

Begitulah eforia dan sensasinya. Karena selama ini terasa mahalnya beli buku di toko Gramedia. Jika di gramedia 100.000 hanya dapat 1 buku, di blok-M ini dengan nominal itu, sudah bisa tiga sampai empat buku.

Tiga jam tak terasa kami tawaf di hampir semua kios buku. Saya akhirnya bisa bawa pulang buku : Aroma Karsa, Tak ada Rencana, Supernova : akar–karya De Lestari. Buku biografi saya dapatkan My Live My Secret Krisdayanti, Biografi Musik Krisye karangan-Albertine Endah.

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *