Oleh : M.Guntur Alting.
(Selasa, 23-September 2025)
—
“ADAKAH diantara Anda di kelas ini yang asalnya dari Maluku Utara”? tanya saya.
“Ada satu orang Pak” jawab seorang mahasiswa sambil menunjuk seorang mahasiswi yang duduk di kursi deretan tengah di ruang kelas” home theatre” pagi itu..
Mata saya pun tertuju pada mahasiswi yang ditunjuk tersebut.
“Siapa nama Anda? dari Maluku Utara mana? Ternate, Tidore, Halbar, Halut, Halsel,Taliabu atakeaau Morotai” tanya saya menyelidik.
” Saya Melinda, dipanggil Meli Pak, saya tinggal di kota Ternate ” jawabnya dengan nada yang sedikit grogi.
” Setahu saya orang Ternate jarang punya nama Melinda, umumnya, Syarifa, Sitti, Hajar atau Aminah.” Kelakar saya, yang membuat seisi ruangan tergelak kecil.
Tentu saya batasi, tidak menghujani lagi dengar deretan pertanyaan lainya, yang seolah jadi percakapan orang dari tidore dan ternate. Hanya untuk hindari kesan sukuisme, norak alias “kampungan” bagi yang lainnya.
Demikianlah, pagi itu bertempat di ruangan home thetre 2 lt.3 fakultas Kedokteran, saya mengawali kuliah perdana semester ganjil.
Mahasiswanya 130 orang, jumlah yang besar. Efektifnya satu kelas hanya 40 orang untuk kelas normal. Namanya kelas non-blok, gabungan dari 3 atau 4 kelas. Oleh kami
dosen umumnya meyebut kelas “super jumbo”
Sejak 2 semester terakhir, saya dapat tugas tambahan. Mengajar di kelas kedokteran pada 2 Mata Kuliah Dasar umum atau MKDU.
Semester kemarin saya ngajar Pancasila, dan semester ini kebagian Kewarganegaran.Ini di luar dari kelas wajib di S-3 Sekolah Pasca Sarjana untuk kuliah filsafat.
Kelas-kelas kedokteran adalah kelas yang unik, berbeda dengan kelas umunya di fakultas lain. Jumlah mahasiswanya melebihi 100 orang 1 kelas, meggunakan ruangan besar di Audiotorium atau kadang “home theatre”
Berada di kelas ini, serasa di ruangan seminar. Fasilitas dan media pengajaran yang lengkap, dua layar slide raksasa, proyektor dilengkapi mike dan sound yang bagus, juga desain interiornya yang unik dan terkesan mewah..
****
Komentar