oleh

TAJUK EDITORIAL—Ternate: Titik Balik Sanitasi untuk Semua Pulau

-Editorial-388 Dilihat

Di tengah perubahan iklim, tekanan demografis, dan keterbatasan infrastruktur, persoalan sanitasi di wilayah kepulauan Indonesia tetap menjadi PR besar yang sering luput dari perhatian nasional. Di sinilah peran kota‑kota seperti Ternate menjadi sangat penting: bukan sekadar sebagai contoh lokal, melainkan sebagai laboratorium solusi yang layak direplikasi di pulau‑pulau lain.

Ternate telah mengambil langkah nyata, mengumpulkan pemangku kepentingan, memperlihatkan pilot teknologi, dan menginisiasi mekanisme koordinasi yang selama ini jadi kendala utama. Inisiatif pembentukan sekretariat regional “Pulau Bersih — Laut Sehat” patut diapresiasi bukan hanya karena nama besarnya, melainkan karena ambisinya yang konkret: menyusun paket SOP, modul pelatihan, dan studi kelayakan yang bisa dipakai oleh pemerintah daerah lain; menjalankan pilot pengelolaan sampah organik dan sistem sanitasi komunal yang sesuai skala permukiman pulau; serta membangun indikator pemantauan bersama untuk memastikan akuntabilitas.

Baca Juga  Editorial : Momotret Komitmen Bupati Hal-Sel Menjaga Napas Budaya

Mengapa dukungan pada inisiatif semacam ini krusial? Pertama, solusi sanitasi untuk pulau tidak bisa disalin dari kota besar tanpa adaptasi. Keterbatasan lahan, logistik laut, dan pola permukiman menuntut pendekatan terdesentralisasi dan berbasis komunitas. Kedua, replikasi solusi memerlukan platform koordinasi yang menghubungkan kebijakan, pembiayaan, dan kapasitas teknis, peran yang kini tengah ditempati Ternate. Ketiga, investasi kecil pada demonstrasi teknologi dan vokasi lokal menghasilkan manfaat berlipat: peningkatan kesehatan masyarakat, pengurangan sampah laut, dan peluang ekonomi bagi masyarakat pesisir.

Baca Juga  Editorial : Komitmen Izzuddin Al-Qasam Kasuba Menyemai Prestasi Bulu Tangkis dari Daerah

Namun, niat baik saja tidak cukup. Pemerintah pusat dan provinsi, lembaga donor, institusi pendidikan, dan sektor swasta harus bergerak dari bentuk dukungan simbolik menuju komitmen konkret—dana untuk pilot, alokasi sumber daya manusia untuk sekretariat, dukungan teknis untuk pengembangan modul vokasi, dan mekanisme pembelajaran antar daerah. Tanpa alokasi yang memadai, inisiatif terbaik sekalipun akan berhenti pada retorika.

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *