oleh

Membaca Ulang Pernyataan Mendagri: Di Balik Luas Wilayah, Ada Soal Fiskal yang Lebih Serius.

-OPINI-559 Dilihat

Catatan Om Pala, Mukhtar Adam Ketua ISNU Maluku Utara

Dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) antara Komisi II DPR RI dan Menteri Dalam Negeri pada Selasa, 8 Juli 2025, mencuat kembali wacana pembentukan Kota Sofifi sebagai Ibu Kota Provinsi Maluku Utara. Dalam forum tersebut, Mendagri mengutip keberatan Wali Kota Tidore Kepulauan dengan kesimpulan bahwa, “Kalau Sofifi menjadi kota sendiri, maka wilayah Tidore Kepulauan akan semakin kecil, karena Sofifi berada di daratan Halmahera, bukan di pulau utama Tidore.”

Baca Juga  Dendam Jokowi Dihadang Prabowo

Pernyataan ini memang mencerminkan satu aspek penting, soal teritorial. Namun, kesimpulan tersebut tampaknya luput menangkap akar kekhawatiran yang lebih dalam dan berdampak sistemik, yakni: implikasi fiskal dari perubahan batas wilayah yang timbul akibat pembentukan Kota Sofifi sebagai ibukota Provinsi Maluku Utara berdasarkan ketentuan baru dalam UU No. 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah (HKPD).

Baca Juga  Ekonomi Maluku Utara Wajah Pasal 33 UUD

Masalah Sebenarnya: Bukan Luas Wilayah, tapi Hilangnya Daya Hidup Fiskal.Dalam narasi publik yang berkembang, keberatan Pemerintah Kota Tidore Kepulauan sering direduksi menjadi kekhawatiran akan “penyusutan wilayah daratan.” Padahal, dalam konteks kota gugus pulau seperti Tidore, Ternate, Morotai, dan Taliabu luas daratan bukanlah indikator utama kekuatan daerah. Sepert Kota Pulau Ternate dan Tidore dengan gugus pulau:
• Ternate: Pulau Ternate, Moti, Hiri, Mayau, dan Tufure
• Tidore: Pulau Tidore, Mare, dan Maitara
Perbedaan utama antara keduanya bukan pada luas wilayah daratannya, melainkan pada skala kegiatan ekonomi dan akses terhadap sumber daya pendukung pembangunan.

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *