oleh

Ramadhan : Antara Puasa dan Penguasa

-OPINI-678 Dilihat

Bahkan jika direfleksikan, esensi dasar kepemimpinan politik adalah pemenuhan sekaligus perlindungan hak-hak asasi warga masyarakat baik yang memilih bahkan yang tidak memilih sekalipun dibilik suara.

Dengan demikian ikhtiar sesungguhnya memungkinkan bahwa kekuasaan bisa menjadi sumber petaka, karna dipastikan akan muncul sikap berikutnya yakni monopoli atas kendali kekuasaan dan berlaku Tidak Adil. Padahal dalam terminologi Islam Allah SWT telah mengingatkan;
“jangan karena kelompokmu, keluargamu, kau tidak berlaku adil pada orang lain”.
Karna sejatinya berbuat adil selalu dekat dengan takwa. (QS.Al Ma’idah ayat 8).

Hal tersebut dipertegas dalam sabda Nabi SAW.
Dari Abu Said Al-Khudri RA: Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya manusia yang paling dicintai Allah Azza Wajalla dan yang paling dekat tempat duduknya pada hari kiamat adalah pemimpin yang adil, sedangkan manusia paling dibenci oleh Allah dan paling jauh tempat duduknya di hari kiamat adalah pemimpin yang zalim.” (HR Tirmidzi).

Baca Juga  Ada yang Lindungi DPD di KPK?

Dan dititik inilah terjadi perjumpaan nilai antara puasa dalam Islam dan pemimpin yang sedang berkuasa. Karna kontrak politik manusia itu terbaca jelas:

“Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia…” (QS Al-Ahzab: 72).

Baca Juga  CATATAN PIMRED : MENAKAR SIKAP POLITIK WALIKOTA TERNATE di PERANG KOTA 2029.MTS antara RM dan NA

Quran Surat Al-Ahzab ayat 72 di atas secara tidak langsung memberi pendasaran etis pada amanah baik bagi orang-orang yang berpuasa maupun pemimpin yang sedang berkuasa yang didasarkan pada aspek moral dan spiritual sehingga pada gilirannya akan dimintai pertanggungjawaban didunia dan akhirat

Dengan demikian, aktivitas puasa dan pemimpin yang berkuasa memiliki nilai yang sama, yakni amanah bagi setiap pribadi yang menjalankannya guna mencapai ketakwaan sebagaimana orang-orang terdahulu. Hal ini relevan dengan apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Mas’ud dalam Makarim Akhlaq:

Baca Juga  Di Era Prabowo, Orang-Orang Yang Dibesarkan Jokowi Dibantai

“Puasa adalah amanah, hendaknya setiap manusia menunaikan amanahnya masing-masing dengan sebaik-baiknya”

Relasi Puasa dan Penguasa!

Terminologi puasa secara syariat adalah menahan diri dari makan dan minum serta pemenuhan hasrat biologis dari terbit fajar hingga terbenam matahari. Secara hakikat, makna puasa berarti menahan diri atau mengendalikan diri dari hawa nafsu duniawi yang sering kali melampaui batas dengan mengabaikan dan tidak mengindahkan nilai-nilai utama kebenaran, kebaikan, kepatutan, dan kebijaksanaan.

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *