oleh

Ramadhan : Antara Puasa dan Penguasa

-OPINI-460 Dilihat

Oleh: Risman Tidore (Pemerhati Public-Policy dan Civil Society).

Sepekan yang lalu ada beberapa agenda dan peristiwa politik yang mewarnai kehidupan demokrasi kita. Agenda politik ini variatif. Ada agenda politik kenegaraan, pelantikan kepala daerah oleh Presiden, Retret bersama hingga Mega korupsi Bahan Bakar Minyak (BBM) oplosan yang menuai gejolak sosial, dan sebagainya.

Dari berbagai agenda politik dan peristiwa nestapa tersebut ada satu momentum politik yang menuai sorotan tajam dalam percakapan publik. Tak lain dan tak bukan adalah agenda Kepala Daerah dalam mewujudkan visi misi politik ‘kerakyatan’ pasca dilantik.

Baca Juga  Pejuang Terakhir dari Banten KHOLID MIGDAR

Topiknya kebanyakan tentang kerja-kerja nyata kepala daerah dalam memitigasi problem akut daerah. Ada yang pro, ada yang kontra. Saling menegasi terjadi, saling tuding hingga berpaling pandang tak dapat dielakkan meskipun proses demokrasi yang panjang itu berakhir selisih di meja pengadilan Mahkamah Konstitusi (MK) .

Di tengah situasi itu, bulan suci Ramadan menyambangi bumi. Kehadiran bulan Ramadan seperti oase di tengah padang tandus keadaban politik. Tentu bukan kebetulan. Tiada selembar daun yang jatuh kecuali perkenan Allah, tiada sebutir debu terbang kecuali juga dengan perkenan-Nya.

Baca Juga  TIGA PRESIDEN DALAM PERAHU YANG OLENG

Hadirnya Ramadan membuat pesan-pesan langit kembali membumi di tengah hegemoni argumentasi politik mutakhir. Hadirnya Ramadan di akhir perjalanan politik Pilkada sekaligus menawarkan diskursus menarik, yakni Islam dan kepemimpinan.

Melalui pelantikan serentak hingga retret dengan serangkaian agenda penguatan fisik dan mental di lembah tidar, kini saatnya para gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati dan walikota/wakil walikota kembali untuk mengabdi kepada rakyat didaerah.

Kehadiran para penguasa didaerah tersebut tentu diwarnai banyak harapan berbagai pihak tentang sebuah tatanan kehidupan sosial politik yang ideal. Bahkan dengan kepemimpinan mereka, diharapkan semua cita-cita vital tentang kemajuan kesejahteraan dalam bingkai kehidupan berbangsa dan bernegara dapat terakomodir melalui instrumen kebijakan/keputusan politik formal.

Baca Juga  BADAI SERBIA JANGAN KE SINI

Sehingga dapat disadari bahwa kepemimpinan Kepala daerah yang lahir dari proses demokrasi elektoral adalah Amanah Rakyat yang telah didedikasikan secara langsung umum, bebas, rahasia, jujur dan adil dibilik suara Pilkada.

Amanah yang sejatinya merupakan sumber dari legitimasi politik adalah sebuah otoritas, mandat, kepercayaan. Yang dalam nomenklatur Islam, amanah senantiasa berteman dengan sifat-sifat dapat dipercaya, kejujuran, tanggung jawab, adil dan bijaksana (demokratis) .

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *