oleh

MENEROPONG “PART” YANG TERLEWATKAN : Apresiasi untuk Seorang Senior.

-OPINI-291 Dilihat

Kebanyakan orang lebih mudah mengungkapkan pemikirannya secara lisan daripada menulis. Padahal dengan menulis kita telah mewariskan dan melestarikan wawasan serta ilmu pengetahuan pada generasi selanjutnya. Tak hanya itu, menulis juga menghasilkan kepuasan bathin yang tidak bisa diungkapkan ketika hasil tulisan kita dibaca atau diapresiasi oleh orang lain. Bahkan menurut JK Rowling, seorang Penulis dan Produser film terkenal di Inggris, mengungkapkan, menulis merupakan terapi bagi jiwa

Masih ingat film tentang Habibie dan Ainun? Film yang diangkat dari kisah nyata mantan Presiden B.J. Habibie dan istrinya, berdasarkan buku yang ditulis oleh B.J. Habibie sendiri. Sepeninggal Ainun, B.J. Habibie tenggelam dalam rasa kehilangan dan kesedihan yang teramat sangat. Psikosomatis malignant istilahnya. Menurut B.J. Habibie, tim dokternya mengatakan, jika beliau tidak berbuat apa-apa, maka kondisi jiwa dan raganya akan terganggu dan rusak. Lalu tim dokter memberikan empat pilihan. Pertama, dirawat dirumah sakit jiwa, kedua, tetap dirumah, namun dalam pengawasan tim dokter Indonesia dan Jerman, ketiga, curhat kepada orang terdekat dan, keempat, menulis
B.J. Habibie memilih menulis. Dan dalam waktu 2,5 bulan, jadilah buku berjudul Habibie dan Ainun, yang ditulisnya dalam keadaan depresi dan kesedihan yang tak bisa dilukiskan. Setelah menyelesaikan buku tersebut, berangsur-angsur fisik dan mental beliau membaik dan semakin sehat.

Baca Juga  DEMONSTRASI PUBLIK DAN KRISIS KETIDAKPERCAYAAN EKONOMI

Dalam berbagai referensi sejarah bangsa ini, perlawanan terhadap kolonialisme, tak hanya dilakukan melalui peperangan senjata, namun juga dalam bentuk “pemerontakan kata-kata” melalui tulisan oleh sejumlah tokoh. Pada ada 13 Juli 1913 Ki Hadjar Dewantara menuliskan sebuah artikel yang berjudul Als ik een Nederlander was (Seandainya Aku Seorang Belanda). Artikel tersebut berisi kritik tajam terhadap pemerintah kolonial Belanda yang menggunakan dana rakyat jajahan untuk perayaan kemerdekaan Belanda. Artikel tersebut dimuat pada surat kabar De Express milik Indische Partij. Pemerintah kolonial menahan Ki Hadjar Dewantara atas artikelnya yang dianggap membahayakan kekuasaan Belanda di Indonesia. Namun, penahanan Ki Hadjar Dewantara malah menyulut api semangat pergerakan dari golongan muda Indonesia.

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *