Pulau Gebe — Desakan agar tujuh perusahaan pemegang IUP tambang nikel keluar dari Pulau Gebe makin memanas. Malut Institut dan LIRA Maluku Utara menuding aktivitas pertambangan di pulau kecil ini melanggar aturan kawasan lindung dan mengancam kehidupan masyarakat.
Sorotan khusus diarahkan ke PT Karya Wijaya yang menurut laporan diduga terkait dengan Gubernur Maluku Utara, Sherly Tjoanda.Malut Institut menyebut izin PT.Karya Wijaya diterbitkan melalui SK Gubernur No. 502/34/DPMPTSP/XII/2020 untuk konsesi 500 ha (masa operasi 2020–2040).
Berdasarkan temuan lembaga, keberadaan perusahaan tersebut melanggar aturan, menimbulkan potensi konflik kepentingan dan kerusakan lingkungan yang serius.
“Penambangan di Pulau Gebe melawan hukum, potensi konflik kepentingan, Saya kira Gubernur Sherly harus menjadi contoh kepatuhan terhadap hukum. Jika benar ada afiliasi ini, Sherly Tjoanda harus merespons desakan dan mengeluarkan PT.Karya Wijaya dari Pulau Gebe,” tegas Said Alkatiri, Ketua LIRA Malut.
Daftar perusahaan yang didesak hengkang menurut Malut Institut meliputi PT Bartra Putra Mulia, PT Anugrah Sukses Mining, PT Lopoly Mining Cdx, PT Karya Wijaya, PT Smart Marsindo, PT Mineral Trobos, dan PT Mineral Jaya Molagina — dengan konsesi gabungan ribuan hektare dan masa izin yang berbeda-beda.
Dampak lingkungan dan sosial yang dikhawatirkan antara lain pencemaran air, deforestasi, kerusakan ekosistem kawasan lindung, konflik agraria, serta hilangnya mata pencaharian masyarakat adat. Malut Institut juga menuding ada indikasi korupsi terkait keterlibatan oknum pejabat dalam pengelolaan konsesi; klaim ini disampaikan organisasi dan belum diverifikasi di pengadilan.
Komentar