oleh

Paradoks Pertumbuhan: Ekonomi Maluku Utara Melesat, Tapi Guru Menjadi Korban

Ternate – Pertumbuhan ekonomi Maluku Utara yang menembus 39,10 persen pada triwulan terakhir semestinya menjadi kabar baik. Namun di balik angka impresif itu, ekonom Universitas Khairun (Unkhair) Ternate, Dr. Muchtar Adam, justru melihat potret ketimpangan yang mencolok.

Ia menyebut fenomena tersebut sebagai “pertumbuhan tanpa keadilan fiskal”, di mana sektor publik melemah justru ketika perekonomian daerah tampak menguat.

Baca Juga  FEATURE : Bassam Kasuba dan Helmi Umar Muchsin: Menanam Fondasi Pemerintahan dari Desa untuk Masa Depan Halmahera Selatan

“Ekonomi tumbuh 39,10 persen, tapi pengeluaran pemerintah minus 5,65 persen. Sialnya, Pemda berutang ke guru, menunggak hak-hak mereka,” ujar Muchtar dalam pernyataannya.

Pertumbuhan Tinggi, Tapi Tak Menetes ke Bawah

Pertumbuhan ekonomi yang luar biasa tinggi biasanya menjadi indikator positif, tetapi bagi Muchtar, angka itu harus dibaca dengan hati-hati. Menurutnya, lonjakan tersebut kemungkinan besar didorong oleh aktivitas sektor ekstraktif seperti pertambangan, bukan oleh peningkatan konsumsi rumah tangga atau pengeluaran pemerintah daerah.

Baca Juga  Bassam–Helmi dan Visi Membangun Fondasi Masa Depan: Pendidikan sebagai Pilar Emas Halmahera Selatan

“Ketika sektor tambang tumbuh pesat, PDRB naik. Tapi kalau belanja publik dan daya beli masyarakat justru turun, itu bukan pertumbuhan yang inklusif,” jelasnya.

Data kontraksi pengeluaran pemerintah sebesar -5,65 persen memperkuat analisis itu. Dalam teori ekonomi daerah, penurunan belanja pemerintah dapat menghambat perputaran ekonomi lokal—terutama di sektor pendidikan, kesehatan, dan layanan publik.

Baca Juga  Sherly Laos Tjoanda: Menyatukan Seribu Pulau Maluku Utara Lewat Konektivitas Digital

Guru Jadi Korban Ketimpangan Fiskal

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *