oleh

Cium Tangan—Karakter Adab “Adat Se Atoran” Seoarang Rizal Marsaoly

-OPINI-82 Dilihat

Jawa: Anak atau cucu mencium tangan orang tua dan kakek-nenek sebagai wujud bakti dan doa restu.

Bugis-Makassar: Disebut massalami, cium tangan dilakukan dengan penuh rasa hormat saat bertemu orang tua atau tokoh adat.

Minangkabau: Anak-anak diajarkan salam cium tangan pada ninik mamak (paman adat) sebagai tanda tunduk pada aturan adat.

Maluku dan Papua: Salam dengan sentuhan tangan diikuti cium tangan kepada orang tua atau tetua adat sebagai simbol persaudaraan dan penghormatan.

3. Nilai Sosial yang Dikandung

Menghormati hierarki: Generasi muda diajarkan mengenal posisi dirinya di tengah komunitas.

Baca Juga  Tunjangan Perumahan DPRD DKI 70,4 juta, Aman !

Menjaga harmoni: Dengan menghormati orang tua, tercipta ikatan sosial yang kuat dalam keluarga maupun komunitas adat.

Menjadi teladan moral: Tradisi ini menanamkan adab sejak dini, sehingga menjadi bekal etika sosial dalam kehidupan sehari-hari.

4. Relevansi di Era Modern

Meskipun arus globalisasi membawa gaya salam modern (jabat tangan, fist bump, atau sekadar sapa), tradisi cium tangan tetap bertahan di masyarakat adat karena nilainya universal: hormat, taat, dan beradab.

Cium tangan juga menjadi warisan identitas budaya yang membedakan masyarakat Indonesia dengan bangsa lain.

Warisan RM dan Panutan Etis Bagi Generasi Muda 

Baca Juga  Keresahan Prof Eggi Sudjana dkk. Terhadap Demo Rusuh Indonesia

Kata orang bijak, mendidik dengan panutan itu lebih berdanpak daripada sekedar menggurui.

Perilaku pejabat ketika mencium tangan misalnya kepada tokoh masyarakat, orang tua, atau pemimpin agama secara tidak langsung menjadi contoh yang dilihat, ditiru, dan diwariskan kepada masyarakat, terutama generasi muda dan anak-anak. Dalam budaya Indonesia, cium tangan bukan sekadar gestur formalitas, melainkan bentuk penghormatan, kerendahan hati, dan pengakuan atas posisi orang yang lebih tua atau dihormati.

Ketika pejabat publik seperti Rizal Marsaoly menampilkan sikap itu secara konsisten di ruang publik, ada beberapa dampak positif:

Baca Juga  Sistem Meritokrasi: Antara Harapan dan Kenyataan

1. Menjadi Panutan
Generasi muda melihat bahwa penghormatan terhadap orang tua atau tokoh dihargai bahkan oleh pejabat, sehingga mendorong mereka untuk melakukan hal yang sama dalam keseharian.

2. Menguatkan Nilai Adab dan Etika
Cium tangan menjadi simbol pendidikan karakter—bahwa keberanian, jabatan, maupun kekuasaan tetap harus ditundukkan pada adab dan tata krama.

3. Membentuk Budaya Hormat
Di tengah arus globalisasi yang kadang mengikis tradisi lokal, teladan dari pejabat membantu menjaga agar nilai hormat terhadap orang tua, guru, dan pemimpin tidak hilang.

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *