oleh

Cium Tangan—Karakter Adab “Adat Se Atoran” Seoarang Rizal Marsaoly

-OPINI-39 Dilihat

Maluku dan Papua: Salam dengan sentuhan tangan diikuti cium tangan kepada orang tua atau tetua adat sebagai simbol persaudaraan dan penghormatan.

3. Nilai Sosial yang Dikandung

Menghormati hierarki: Generasi muda diajarkan mengenal posisi dirinya di tengah komunitas.

Menjaga harmoni: Dengan menghormati orang tua, tercipta ikatan sosial yang kuat dalam keluarga maupun komunitas adat.

Menjadi teladan moral: Tradisi ini menanamkan adab sejak dini, sehingga menjadi bekal etika sosial dalam kehidupan sehari-hari.

4. Relevansi di Era Modern

Meskipun arus globalisasi membawa gaya salam modern (jabat tangan, fist bump, atau sekadar sapa), tradisi cium tangan tetap bertahan di masyarakat adat karena nilainya universal: hormat, taat, dan beradab.

Baca Juga  Jokowi menyusul Nadiem Makarim?

Cium tangan juga menjadi warisan identitas budaya yang membedakan masyarakat Indonesia dengan bangsa lain.

Warisan RM dan Panutan Etis Bagi Generasi Muda 

Kata orang bijak, mendidik dengan panutan itu lebih berdanpak daripada sekedar menggurui.

Perilaku pejabat ketika mencium tangan misalnya kepada tokoh masyarakat, orang tua, atau pemimpin agama secara tidak langsung menjadi contoh yang dilihat, ditiru, dan diwariskan kepada masyarakat, terutama generasi muda dan anak-anak. Dalam budaya Indonesia, cium tangan bukan sekadar gestur formalitas, melainkan bentuk penghormatan, kerendahan hati, dan pengakuan atas posisi orang yang lebih tua atau dihormati.

Baca Juga  POLISI BERMARTABAT

Ketika pejabat publik seperti Rizal Marsaoly menampilkan sikap itu secara konsisten di ruang publik, ada beberapa dampak positif:

1. Menjadi Panutan
Generasi muda melihat bahwa penghormatan terhadap orang tua atau tokoh dihargai bahkan oleh pejabat, sehingga mendorong mereka untuk melakukan hal yang sama dalam keseharian.

2. Menguatkan Nilai Adab dan Etika
Cium tangan menjadi simbol pendidikan karakter—bahwa keberanian, jabatan, maupun kekuasaan tetap harus ditundukkan pada adab dan tata krama.

3. Membentuk Budaya Hormat
Di tengah arus globalisasi yang kadang mengikis tradisi lokal, teladan dari pejabat membantu menjaga agar nilai hormat terhadap orang tua, guru, dan pemimpin tidak hilang.

Baca Juga  PPP, Partai Islam Yang Ditelantarkan

4. Mengurangi Ego Kekuasaan
Tindakan sederhana itu memberi pesan bahwa seorang pejabat bukan hanya pemimpin formal, tetapi juga bagian dari masyarakat yang tetap menjunjung nilai kesopanan.

Namun, ada juga tantangan yang perlu diwaspadai. Jika praktik ini hanya dilakukan sebatas pencitraan tanpa ketulusan, maka bisa ditafsirkan berbeda oleh masyarakat. Anak-anak bisa menangkap sinyal bahwa penghormatan adalah hal yang bersifat seremonial, bukan nilai yang sungguh dihayati.

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *