Di tengah arus modernisasi yang serba cepat, adab sering kali tergerus oleh gaya hidup praktis. Namun, Indonesia masih memiliki tradisi luhur yang menjadi perekat moralitas sosial, salah satunya adalah cium tangan. Gestur sederhana yang diwariskan lintas generasi ini bukan hanya tata krama, melainkan simbol penghormatan, kerendahan hati, serta pengakuan terhadap kebijaksanaan orang yang lebih tua.
Dalam masyarakat adat di berbagai daerah, cium tangan adalah bagian dari identitas. Dari Jawa, Minangkabau, Bugis, Maluku hingga Papua, semua menempatkan cium tangan sebagai etika utama dalam interaksi sosial. Nilai filosofisnya jelas: siapa pun, setinggi apa pun kedudukannya, harus tetap menghormati yang lebih tua dan menundukkan diri di hadapan mereka.
Di ruang publik, khususnya di hadapan pejabat dan tokoh masyarakat, tradisi ini memiliki makna ganda. Pertama, menjadi teladan bagi generasi muda bahwa kekuasaan tidak menghapus adab. Kedua, menegaskan bahwa penghormatan bukan sekadar formalitas, melainkan fondasi membangun kepercayaan sosial.
Komentar