oleh

Testimoni : MEMBACA “SEJENAK HENING” DALAM LENSA AKADEMISI, AGAMAWAN, MOTIVATOR KOLUMNIS DAN JURNALIS

-OPINI-174 Dilihat

(Catatan: Prof.Dr.Saiful Deni,M.Si. Dr.Ridha Ajam,M.Hum. KH.Rusli Amin. Drs.Anwar Husen & Usman Sergi, SH)

Oleh : Dr.Mustaqim, M.Pd
(Motivator danTrainer Nasional “Magnet Rezeki”)

—–
PADA Keheningan yang dalam, kita diajak untuk meresapi kehilangan yang begitu mengiris, seperti sembilu yang menusuk perlahan.

Buku ini seakan membuka tabir kelam dunia yang tak tampak oleh kebanyakan orang, namun begitu nyata bagi mereka yang mampu merasakannya.

Penulis menggambarkan dengan sangat tajam bagaimana kita sering terperangkap dalam kebisingan yang tak berujung, baik itu dalam politik, sepak bola, maupun dalam ruang-ruang kehidupan yang dipenuhi kompetisi tanpa makna. Kebisingan itu tidak pernah mengisi kekosongan, melainkan justru memperburuk kesunyian dalam diri kita.

Di balik hingar-bingar dunia ini, kita sering kali kehilangan makna yang lebih dalam tentang kehidupan sesuatu yang lebih manusiawi, lebih jujur. Dalam setiap kisah, kita diajak untuk melihat betapa banyak yang telah hilang,dan meski kita mencoba bergerak maju, luka itu tetap membekas, membekap, dan tak kunjung sembuh.

Baca Juga  Menguji Janji di Balik Perjuangan 11 DOB Maluku Utara: Antara Gema Aspirasi dan Agenda Nyata

Dengan cara yang begitu dalam dan personal, penulis mengajak kita untuk menatap refleksi hidup yang tidak hanya tentang kisah-kisah pribadi, tetapi juga tentang jejak-jejak mereka yang telah pergi, meninggalkan dunia ini dengan segala perjuangan dan harapan yang tak terucap.

Lewat kisah-kisah politik, kita diajak untuk merenung tentang apa artinya meninggalkan warisan yang tak akan pudar, meski waktu terus berputar dan kita harus melepaskan mereka yang telah tiada.

Baca Juga  Pemerintah dan DPR perlu mendengarkan 8 tuntutan FPP dan TPUA secara langsung

Sosok-sosok yang dalam kesendirian mereka tetap berjuang, memberi arti Pada perjalanan panjang sejarah. Mereka mengajarkan kita untuk mengingat, bukan hanya mengenang, bahwa perjuangan mereka adalah bagian dari kita yang harus terus hidup meskipun mereka telah tiada.

Namun, di balik semua itu, ada rasa kehilangan yang begitu mendalam, seakan kita harus berdiri sendiri di tengah kekosongan yang dibiarkan begitu lama.

Buku ini membawa kita pada refleksi yang tak hanya menyentuh perasaan, tetapi juga menyadarkan kita tentang pentingnya membangun kembali tanah kelahiran yang telah lama tertinggal.

Melalui cerita tentang Maluku Utara dan usaha membangun Tidore dan Sofifi, penulis menyoroti betapa sulitnya untuk merawat dan melanjutkan perjuangan yang telah lama ada. Dalam setiap kalimat, ada kesedihan yang membelenggu, namun juga ada harapan yang meskipun tertutup kabut kelam, tetap bertahan untuk melihat cahaya di ujung terowongan.

Baca Juga  Salah satu sebab Chaos Nasional karena Kasus Ijazah Joko Widodo?

Tanah yang telah memberi segalanya pada kita, kini terasa jauh tertinggal dalam keterpurukan yang tak kunjung selesai. Pembangunan, baik fisik maupun spiritual, tidak hanya soal pembangunan gedung-gedung atau infrastruktur, tetapi juga tentang merawat warisan budaya dan sejarah yang telah lama mengakar.

“Sehat wal afiat” dan sukses selalu Dr. H.M. Guntur Alting., M.Pd, M.Si, Semoga torehan ini berbuah amal yang ilmiah. Terima kasih.

PROF.DR. SAIFUL DENI, M.SI

(Guru Besar Ilmu Administrasi Publik Universitas Muhammadiyah Maluku
Utara/Rektor UMMU Ternate)

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *