oleh

SANG (BEGAWAN) LINGKUNGAN HIDUP

-OPINI-268 Dilihat

****
Emil Salim mengemukakan Indonesia menghadapi masalah lingkungan hidup yang cukup serius sejak tahun 1970-an dan merasakan kebutuhan untuk menanganinya secara nasional.

Masalah lingkungan bukan monopoli negara maju. Negara berkembang pun menderita pengrusakan lingkungan akibat desakan kemiskinan.

Ada tiga sebab utama mengapa Indonesia perlu menangani masalah lingkungan hidup:

Pertama, Indonesia menghadapi masalah lingkungan yang cukup serius, seperti banjir, peningkatan pengendapan lumpur di sungai dan semakin kotornya laut Jawa yang menyulitkan nelayan menangkap ikan. Singkatnya, gejala sistem lingkungan hidup kita sudah diganggu oleh ketidakseimbangan.

Kedua, kepentingan untuk mewariskan kepada generasi mendatang sumber-sumber alam yang bisa diolah secara berkesinambungan dalam proses pembangunan jangka panjang.

Ketiga, kepentingan untuk membangun manusia Indonesia seutuhnya, tidak hanya maju dalam segi materiil, tetapi juga kaya dalam segi spirituil.

Maka, kualitas nilai pembangunan menjadi penting untuk mencegah kemerosotan keadaan lingkungan hidup ke arah yang lebih parah lagi. Untuk itu perlu diikhtiarkan memulihkan dan mengembangkan kelestarian berbagai sumber-sumber alam.

Emil Salim mengingatkan, pokok kerusakan dan penyelamatan lingkungan hidup adalah manusia. Manusia tidak bisa hidup terpisah dari lingkungannya, baik lingkungan alam maupun lingkungan sosial.

Baca Juga  Mereligiuskan HUT RI sebagai Upaya Memperkuat Moral dan Jati Diri Kebangsaan

Dalam buku kumpulan tulisannya berjudul Lingkungan Hidup dan Pembangunan (1991: 60 – 87), Emil Salim menyajikan satu bab khusus “Islam dan Lingkungan Hidup”. Berbicara kesadaran dan sikap hidup manusia, Emil Salim yakin bahwa motivasi yang ampuh adalah keyakinan agama.

Inilah yang kemudian muncul istilah Ko teologis. Saya baru mendengar istilah itu. Referensi yang saya dapati ekoteologi adalah studi mengenai hubungan timbal balik antara agama dan lingkungan. Istilah ini menggabungkan “ekologi” (ilmu tentang habitat) dan “teologi” (ilmu tentang Tuhan).

Tujuannya adalah untuk mendekatkan penganut agama dengan alam semesta, membangun kesadaran bahwa alam adalah ciptaan Tuhan yang harus dijaga, serta menunjukkan bahwa menjaga lingkungan merupakan bagian dari ibadah.

Ekoteologi berfokus pada bagaimana nilai-nilai keagamaan dapat menginspirasi tindakan nyata untuk mengatasi krisis lingkungan, serta mengusulkan solusi yang melampaui sekadar pendekatan ilmiah.

Dalam seminar “Relevansi HAM dan 50 Tahun Hari Lingkungan Hidup Sedunia” di Jakarta, tahun 2022, Emil Salim menggambarkan bagaimana sulitnya upaya pelestarian lingkungan hidup disebabkan masih banyaknya manusia yang mengutamakan mencari keuntungan pribadi dibanding menjaga kelestarian alam.

Baca Juga  Presiden Prabowo "Serakahnomics" Membongkar Luka Nusantara di Tengah Tambang

Kalau melestarikan hutan, tidak ada uang, tetapi kalau hutan dibuka, apakah itu perkebunan atau ekspor kayu ataukah untuk apa, uang dollar, devisa, dan kekuasaan.

Menurut Emil Salim, upaya menjaga lingkungan tidak bisa dilakukan hanya lewat ceramah dan seminar, namun perlu upaya lebih untuk menegakkan moral, menghargai hak asasi manusia, dan menghargai lingkungan versus kepentingan pribadi.

****
Dalam tulisannya, “Peradigma Pembangunan Berkelanjutan,” dihimpun oleh Iwan Jaya Azis dan kawan-kawan pada buku Pembangunan Berkelanjutan Peran dan Kontribusi Emil Salim (2010),

Emil Salim memaparkan secara gamblang bahwa pembangunan konvensional telah berhasil meningkatkan pertumbuhan ekonomi, tetapi gagal dalam aspek sosial dan lingkungan.

Sebabnya, karena pembangunan konvensional meletakkan ekonomi pada pusat persoalan pertumbuhan, dan menempatkan faktor sosial dan lingkungan pada posisi yang kurang penting.

Paradigma Pembangunan Berkelanjutan sesuai yang diperjuangkan Emil Salim membutuhkan perubahan fundamental :

Pertama, mengubah perspektif jangka pendek menjadi jangka panjang. Dalam perspektif jangka panjang, bukan eksploitasi alam yang diutamakan, melainkan pengayaan sumber daya alamlah yang memberi manfaat ekonomi, sosial dan lingkungan serta meniadakan degradasi dan deplesi (penipisan) sumber daya alam.

Baca Juga  DOB KOTA SOFIFI "MENCARI SOLUSI DIBALIK DILEMA"

Kedua, mengurangi posisi dominan aspek ekonomi dan menempatkannya pada tingkat yang sama dengan pembangunan sosial dan lingkungan.

Ketiga, mengubah perubahan kebijakan secara fundamental agar kepentingan publik ditempatkan di atas kepentingan pribadi.

Keempat, mengoreksi kegagalan pasar dan menolak pandangan yang menganggap bantuan bencana alam menjadi penggerak ekonomi dalam meningkatkan pendapatan nasional.

Kelima, pemerintah bisa dan harus mengoreksi kegagalam pasar lewat kebijakan yang tepat.
Singkatnya, pembangunan berkelanjutan harus merombak habis paradigma pembangunan konvensional yang saat ini berlaku. Pergeseran paradigma membutuhkan perubahan nilai dan orientasi.

Dalam usia senja 95 tahun, Emil Salim masih sehat dan pikirannya masih jernih. Meski berjalan pakai tongkat, namun beliau masih kuat berpidato berdiri di podium. Salah satu pesan peduli lingkungan dari Emil Salim:

“Alam tidak boleh dikeruk terus- menerus karena alam akan melakukan perlawanan dengan melahirkan bencana,”.

Selamat Ulang Tahun Prof.Emil Salim.Semoga selalu diberi kejernihan hati dan pikiran tetap menuntun bangsa ini, Amin.

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *