Aroma busuk dugaan korupsi penerbitan Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT. Karya Wijaya kian menyengat. Bukan sekadar bisik-bisik warung kopi, melainkan disertai dengan sederet indikasi pelanggaran yang terang benderang. Nama Gubernur Maluku Utara, Sherly Tjoanda, terseret langsung karena perusahaan tambang ini diduga kuat berada di bawah kendali dirinya.
Keganjilan terlihat jelas: dari konsesi yang awalnya hanya 500 hektar, tiba-tiba meluas menjadi 1.145 hektar, mencakup Halmahera Tengah hingga Halmahera Timur. Lebih ironis, perluasan ini diberikan meski perusahaan diduga belum memenuhi dokumen izin lengkap, belum menuntaskan tata batas area kerja, bahkan disebut belum menyetor dana reklamasi pasca tambang. Sebuah potret telanjang betapa hukum bisa dilipat-lipat untuk kepentingan pemilik kuasa.
Desakan agar aparat penegak hukum turun tangan kian membahana. Muslim Arbi, Ketua TPUA, bahkan terang-terangan meminta Kejagung dan KPK segera memeriksa Sherly Tjoanda dan penerbit IUP PT. KW. Sementara DPD Gerakan Pemuda Marhaenis Maluku Utara menuntut pencabutan IUP bermasalah ini. Konflik tumpang tindih dengan PT. Fajar Bakti Lintas Nusantara yang sempat dimenangkan lewat putusan pengadilan, kian menambah daftar panjang keanehan hukum yang menyelimuti kasus ini.
Komentar