oleh

ANAK-ANAK (MALUKU UTARA) DI RUANG-RUANG KULIAH

-OPINI-137 Dilihat

Ketiga, Munculnya “Civic Gulty”atau kewajiban kewargaan. Ada semacam kesadaran bahwa sebagai warga negara. setiap orang tau akan kewajibannya, apa yang harus dilakukan. Dan saat yang sama apa yang menjadi haknya-haknya.

Kebanggaan kewargaan ini akan melahirkan apa yang disebut oleh Yudi Latif sebagai “Siciv Joi” dimana seseorang dalam melibatkan diri, akan merasa riang, rileks, gembira dan senang bergaul dan melibatkan diri, tanpa ada sebuah perasaan terpaksa.

Keempat. Melahirkan Civic Intelegent/ warga negara yang cerdas.

Kalau hakekat pendidkan adalah malahirkan individu dewasa, maka hakekat pendidikan kewarganegaraan adalah melahirkan warga negara yang memiliki modal sosial.

Selama ini kita mengenal jenis kecerdasan personal seperti : Emosional Intelegent, Spritual Intelegent, atau bahkan kecerdasan logis, lingustik maupun spasial oleh Howard Gardner dalam ” multiple Intelegent”nya.

Baca Juga  Negara Kontinental di Laut Sendiri

Dalam kehidupan kewargaan, kecerdasaan yang dimunculkan adalah “sosial intelegent” kecerdsan sosial, dan ini menjadi modal berharga sebagai bangsa.

Kita belajar dari bangsa- bagsa di di dunia. Betapapun sebuah bagsa punya modal finasial, modal sumber daya alam, modal ketrampilan tapi jika tidak dibarengi modal sosial, maka alamat negara itu dalam keadaan bahaya.

konflik di negara-negara timur-tengah, yang kaya sumber daya alam, minyak, emas yang kaya melimoah, tapi tidak perkuat modal sosialnya sehingga di landa koflik berkepanjangan.

Modal sosial yang dimaksud adalah, gotong-royong, keramahan, persaudaran, empati, kebersamaan, merasa menjadi bagian dari yang lain.

Baca Juga  Sama-sama Kader Gerindra Diduga Terlibat Korupsi, Nistra Yohan Aman Namun Noel Masuk Penjara

Tentu ini secara makro, tapi yang penting dan mendasar adalah, apa urgensinya pendidikan kewargangeraan dengan seorang calon dokter sebagai warga negara muda?

Menghubungkan kuliah kewarganegaraan dengan dunia kedokteran adalah sebuah tantangan tersendiri.

Biar “relate” dengn dunia mereka, maka saya coba hubungkan, misalnya tema hak asasi manusia dikaitkan dengan hak asasi seorang dokter, Idetitas Indonesia dikaitkan dengan profil dokter ideal, dan geo-strategis dikaitkan dengan kiprah dokter di wliayah tertinggal, terluar dan terkebelakang.

****

Kembali ke mahasiswa asal Maluku Utara. Sejak hijrah mengajar di Jakarta tahun 2016 silam. saya sering mengecek mahasiswa asal Maluku Utara di setiap kelas saya. Dan saya masih sering dapati 2 atau 3 mahasiswa di setiap kelas saya, seperti kelas HI di Fisip UIN Jakarta. Salah satunya adalah M.Muaffiq putra H.Sarbin Sehe, Wakil Gubernur Maluku

Baca Juga  Kapolres “Jaga Sula” dari Dapur Rakyat

Di Universitas Muhammadiyah Jakarta pun saya masih sering menemukan anak- anak lain dari Ternate di kelas-kelas saya, di berbagai fakultas : Ekonomi, manajemen, komunikasi, kesehatan masyarakat, juga di fakuktas Agama Islam.

Mereka (anak-anak) ini umumnya adalah yang sejak SMA bersekolah di wilayah Jabotabek atau Jawa, entah pesantren, boarding shool atau sekolah lainya, yang kecil kemungkinan balik lanjut ke kampus-kampus di Ternate.

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

News Feed