Malut Minggu ini, beritakan Kemiskinan yang naik dan investasi tertinggi di Kawasan Timur Indonesia, berita yang di perbincangkan dari elit sampai warung kopi, menggambarkan 2 wajah Maluku Utara.
Wajah-1 ; memancarkan kebahagian yang luar biasa oleh Pengusaha Tiongkok, yang atas nama kekuatan modal menginvestasikan uangnya di Maluku Utara, dengan berbagai fasilitas dan kemudahan investasi yang didukung oleh kebijakan negara, lalu membeli dengan harga yang murah Nikel di Maluku Utara, di ekspor dengan kemudahan bebas pajak, kebutuhan lahan dimudahkan, tidak ada jalan segera di bangun, semuanya atas nama investasi, atas nama pertumbuhan ekonomi. Semua demi ekonomi yang kita mimpikan untuk sejahtera.
Wajah-2 ; wajah penuh lesu, tersandar dibawah para2 kelapa, memandang nyiur melambai, sambil berhitung, jika d investasikan apakah harga sesuai dengan biaya investasi ? Jika harga pasar 3.000/kg, biaya produksi 2.750/kg, laba 250 cukupkah memenuhi kebutuhan konsumsi dari harga barang konsumsi uang nyaris tidak stabil, analisa investasi irasional harus diputuskan untuk menyambung maka keluarga.
Tak ada fasilitas pajak, tidak ada kemudahan, bertarung dalam pasar tanpa dukungan pemerintah baik pusat daerah dan desa semua membiarkan Kopra bertarung dalam pasar.
Kota ingin membuat Petani Kopra menjadi mandiri, membiarkan petani berinvestasi dengan tanpa hambatan, membiarkan petani bertarung di pasar tanpa harus interfensi, bahkan Presiden saat berkunjung ke Halmahera Barat, dengan lantang Presiden menyebut tidak bisa intervensi Komodito kelapa.
Kita memang dalam dilema yang luar biasa, ekonomi tinggi dari tambang, miskin tinggi dari kopra adalah 2 wajah uang saling bertarung di pasar investasi uang berbeda perlakuannya(***)