Kedua, penguatan kapasitas aparatur desa dan lembaga teknis daerah adalah krusial. Merancang roadmap lima tahun memerlukan data yang valid dan kemampuan analisis lokal, mulai dari potensi agro-maritim, rantai nilai, hingga akses pasar. Investasi pada pelatihan, pendampingan teknis, serta kolaborasi dengan perguruan tinggi yang disebut dalam komitmen harus diprioritaskan agar kebijakan tidak sekadar menjadi dokumen, melainkan terukur melalui indikator kinerja (output, outcome, dan dampak sosial-ekonomi).
Ketiga, pembiayaan yang berkelanjutan mesti dipastikan lewat instrumen inovatif. Pendanaan tidak boleh bergantung semata pada alokasi pemerintah pusat atau APBD yang terbatas. Skema blended finance, pengembangan koperasi desa/UMKM, akses ke pasar dan pembiayaan mikro yang terjangkau, serta insentif bagi investor yang masuk ke sektor hilirisasi produk agro-maritim harus dirancang untuk memperkuat ekonomi lokal tanpa mengeksploitasi sumber daya.
Keempat, integrasi lintas sektor dan ketahanan terhadap perubahan iklim harus menjadi bagian tak terpisahkan dari roadmap. Pengembangan ekonomi desa berbasis agro-maritim menghadapi risiko iklim dan degradasi sumber daya. Oleh sebab itu, praktik pertanian dan perikanan yang berkelanjutan, diversifikasi kegiatan ekonomi, serta strategi mitigasi dan adaptasi perlu dimasukkan dalam setiap rencana program.
Kelima, monitoring dan evaluasi independen dengan indikator yang jelas harus diimplementasikan sejak awal. Komitmen untuk melakukan M&E dan membangun sinergi lintas kementerian serta perguruan tinggi bagus namun efektivitasnya bergantung pada mekanisme pengukuran yang objektif, audit berkala, serta follow-up kebijakan berdasarkan temuan evaluasi.
Komentar