oleh

Demonstrasi dan Penyegaran Di Tubuh Polri

-OPINI-275 Dilihat

 

Tony Rosyid : Pengamat Politik dan Pemerhati Bangsa

Di Indonesia, demonstrasi hampir selalu identik dengan kerusuhan dan kematian. Polisi jadi korban, tapi lebih banyak korban ada di pihak demonstran. Siapa demonstan itu? Mereka adalah mahasiswa, pelajar, buruh, dll. Mereka adalah rakyat. Dari pajak rakyat, presiden, DPR hingga polisi digaji dan diberikan tunjungan yang layak. Mengapa polisi dan rakyat harus berhadap-hadapan dalam kekerasan? Sebuah relasi konfliktual yang tidak rasional.

Baca Juga  KAHMI DAN Konsolidasi Daerah (Catatan Jelang Pertemuan Regional MN -KAHMI Malut, Maluku dan Papua)

Polisi mitra dan pelayan masyarakat. Tagline ini sudah benar. Dalam prakteknya, masih cukup besar kendala. Kekerasan antara polisi dan rakyat dalam hampir setiap demonstrasi menunjukkan adanya masalah serius, bahkan mungkin fundamental. Masalah ini yang harus diidentifikasi, lalu direalisasikan solusinya.

Trust rakyat kepada polisi cukup rendah. Selain juga kepada para elit politik dan kepada para pengelola negara. Demonstrasi merupakan “public space” bagi rakyat untuk mengekspresikan narasi kekecewaan itu. Sayangnya, ekspresi kekecewaan rakyat seringkali mendapatkan reaksi berlebihan dari aparat, khusunya polisi. Dari sinilah panggung anarkisme terjadi di hampir setiap aksi demonstrasi. Terutama sejak 10 thun rezim Jokowi dimana ada keterbelahan sosial berbasis politik yang terus menerus menciptakan ketegangan, bahkan kekerasan. Ribuan sipil, juga ormas telah jadi korban.

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *