Oleh : Husein M. Umasangadji/Pemerhati Sosial
Hukum meletakkan manusia sebagai objeknya, dalam hal benturan antara UU sebagai produk hukum yang mana didalamnya terdapat konflik wilayah yang ada manusianya, maka secara sosiologi yang harus dikedepankan adalah maslahat mana yang lebih besar yang bisa diperoleh oleh manusia manakala produk hukum itu direalisasikan.
Dalam kasus DOB Sofifi, merealisasikan UU no 46 tahun 1999 lebih besar maslahatnya karna berkaitan dengan kepentingan administrasi pemerintah Provinsi Maluku Utara yang juga didalamnya terdapat kepentingan menumbuh kembangkan ekonomi masyarakat Maluku Utara itu sendiri.
Ini bukan berarti UU no 1 tahun 2003 tentang pembentukan Kota Tidore Kepulauan lantas tidak berlaku atau dikesampingkan, UU no 1 tahun 2003 tetap pada posisinya hanya saja kedudukan hukumnya harus menyesuaikan dengan kepentingan hirarki administrasi pemerintahan yang lebih besar di atasnya yaitu provinsi.
Sangat jelas wilayah administrasi Kota Tidore Kepulauan adalah bagian dari Provinsi Maluku Utara, tetapi tidak semua Wilayah administrasi yang ada di Propinsi Maluku Utara adalah bagian dari Kota Tidore Kepulauan, karna ada sembilan wilayah administrasi lainnya yang setingkat dengan Kota Tidore kepulauan. Inilah yang harus dipahami. Sebagaimana fakta sejarah bahwa semua wilayah kerajaan yang ada di Nusantara ini adalah bagian dari wilayah administrasi Negara Republik Indonesia, tetapi tidak semua wilayah Negara Republik Indonesia merupakan bagian dari wilayah satu kerajaan saja.
Kenapa dahulu puluhan kerajaan yang wilayahnya kini menjadi bagian dari Negara Republik Indonesia tidak pernah protes dengan pembagian dan pembentukan semua wilayah administrasi di awal kemerdekaan? Inilah yang dimaksud menyesuaikan dengan kepentingan yang lebih besar dalam bingkai tuntutan zaman.
Komentar