oleh

DEMONSTRASI PUBLIK DAN KRISIS KETIDAKPERCAYAAN EKONOMI

-OPINI-499 Dilihat

3. Isu ketenagakerjaan dan kesejahteraan
– Pembatalan pengangkatan PPPK/CPNS, persoalan outsourcing, tekanan pada upah buruh, dan narasi yang menempatkan guru/dosen sebagai “beban” negara adalah pemicu langsung marahnya kelompok pekerja dan intelektual muda.
– Ketidakpastian pekerjaan dan rendahnya perlindungan sosial membuat kelompok rentan merasa terpinggirkan.

4. Tata kelola institusi dan simbol politik
– Kenaikan hak keuangan DPR, tunjangan, serta kabinet yang dipersepsikan gemuk menimbulkan kesan elit yang semakin terpisah dari rakyat.
– Pernyataan pejabat yang menyinggung soal-soal sensitif (mis. urusan pertanahan) memperparah ketegangan publik.

Baca Juga  Dendam Jokowi Dihadang Prabowo

5. Keputusan teknokratis yang berdampak luas
– Laporan tentang pemblokiran rekening nasabah oleh otoritas seperti PPATK, jika terjadi tanpa komunikasi dan kriteria jelas, menimbulkan kepanikan dan kecurigaan luas.
– Pengambilan keputusan yang terkesan prematur atau kurang konsultasi publik membuat kebijakan sulit diterima.

Dari sini jelas bahwa persoalannya bukan sekadar satu kebijakan tunggal, melainkan akumulasi kebijakan dan praktik pemerintahan yang menimbulkan narasi “kami tidak dipercayai” dalam kehidupan ekonomi rakyat. Ketidakpercayaan ini adalah racun yang memperpendek umur kebijakan dan menyuburkan protes.

Baca Juga  CATATAN USSER : Prof Mahfud MD, Suksesor Ideal Menkopolhukam RI

Solusi yang pragmatis dan mendesak harus meliputi:

1. Pause, evaluasi, dan komunikasi transparan
– Pemerintah perlu melakukan evaluasi cepat atas kebijakan-kebijakan yang memicu protes, mengedepankan transparansi anggaran dan alasan teknis di balik setiap keputusan. Kemampuan menahan diri (take a step back) adalah tanda kepemimpinan yang matang.

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *