oleh

“In Memoriam” Event Qasidah Rebana dan Ungkapan Syukur Para Ibu [Part 69].

-HEADLINE, OPINI-452 Dilihat

Iklan.

Irama Qasidah begitu lekat hingga membekas di memori masa kecil saya dan mungkin masa kecil kita berpuluh tahun lalu khususnya di Maluku Utara yang mayoritas dan kuat dengan kultur Islamnya,terlebih qasidah rebana.

Saat di mana,serbuan serta dominasi jenis musik lain,belum se ramai saat ini.Jika saat ini,tenar dengan lagu dan musik religi,maka musik berirama qasidah bisa di sebut musik religi di saat itu.Iramanya yang mendayu-dayu dan cenderung monoton,memberi ciri tersendiri yang memikat.Di corong-corong masjid,di acara khitanan hingga pernikahan,irama musik ini begitu dominan di perdengarkan.Di perayaan hari-hari besar kenegaraan hingga keagamaan,tak jarang di lombakan dan jadi pemantik kesibukan dan kebahagiaan yang luar biasa dari kaum perempuan,terlebih kaum ibu.Semua ini nyaris tinggal kenangan.

Baca Juga  Pemerintah dan DPR perlu mendengarkan 8 tuntutan FPP dan TPUA secara langsung

Di rentang yang panjang,musik berirama qasidah ini mulai terpinggirkan,kalah “bersaing” dengan bingar musik berirama lain yang lebih di gandrungi dan jadi tenar.Tidak saja qasidah rebana yang mulai “kadaluwarsa”,segmen yang jadi penikmatnya terutama di kalangan kaum ibu,juga ikut kehilangan “lahan”,sekedar pelipur lara hingga pelepas lelah.Musik berirama qasidah,sudah jarang bahkan tak lagi jadi fakta kultur Islami yang menggejala,salah satu variabelnya karena minim,atau bahkan nyaris hilang,lomba “murah-meriah” ini.

Baca Juga  Mukhtar Adam : Uang Seribu Rupiah Bergambar Panorama Pulau Tidore dan Maitara Simbol Ketimpangan Realitas Ekonomi

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *