KNPI minta pemerintah evalusi pengelolaan tambang PT. GNI
Rusdi Yusup :Kami di DPP KNPI menilai perkara ini bukan saja soal tuntutan kenaikan gaji. Ini menggambarkan kesejahteraan warga negara dalam aspek yang sangat luas
PIKIRAN UMMAT.Com—Jakarta||Ketua Umum DPP KNPI, Rusdi Yusuf meminta kepada pemerintah untuk mengusut tuntas dan serius peristiwa bentrok pekerja yang terjadi di PT. Gunbuster Nickel Industri (PT GNI), Kabupaten Morowali Utara Sulawesi Tengah (14/1).KNPI menilai, Bentrok yang terjadi di perusahaan hilirisasi nikel ini menjadi paradoks sebab melibatkan dua kelompok pekerja, yakni pekerja asing dan pekerja lokal.
Ini adalah gesekan yang perlu dimitigasi dengan segera dan terukur. Ini juga sekaligus menjadi bahan evaluasi kebijakan bagi pemerintah dan dunia dalam kebijakan investasi dan pengelolaan tambang.
“Kami di DPP KNPI menilai perkara ini bukan saja soal tuntutan kenaikan gaji. Ini menggambarkan kesejahteraan warga negara dalam aspek yang sangat luas. Investasi di bidang sumber daya ekstraktif harus partisipatif dan berdampak nyata, baik bagi kehidupan warga, lingkungan, pendapatan negara, maupun sosial ketenagakerjaan”tegas dia.
KNPI ungkap Rusdi agar meminta Pemerintah dan semua komponen agar menyelesaikan masalah ini sampai ke akar permasalahannya nya sehingga bisa tuntas dan menjawab persoalan yang sebenarnya.
“Jika yang menjadi akar perkaranya adalah ketimpangan akses dan pendapatan, maka tentu perkara ini perlu diatensi dengan serius oleh segenap kalangan, tidak saja pemerintah, namun juga semua elemen masyarakat sipil.”pintanya.
Menurut nya, Apa yang terjadi di Morowali Utara bisa jadi fenomena gunung es yang nanti akan terjadi di tempat-tempat lainnya,” ujar Rusdi.
Lebih jauh dan luas Menurut Rusdi, kebijakan pengelolaan tambang mesti partisipatif dan dialogis. Nikel adalah kekayaan negara yang mestinya berdampak langsung pada kemakmuran rakyat dan memberikan sumbangsih bagi pendapatan negara.
“Proporsinya juga harus seimbang, jangan sampai perusahaan untung begitu besar, sementara kesejahteraan rakyat terabaikan, atau penerimaan negara tidak sebanding”tukasnya.
Pemerintah boleh-boleh saja membuka keran investasi, namun bila investasi itu tidak merakyat, maka tentu kebijakan itu harus dievaluasi”tandas Rusdi Yusup.
Kementerian ESDM (2020) melansir cadangan nikel di Indonesia adalah yang terbesar di dunia, yakni 72 juta ton (52 % dunia). Setiap tahun, produksi olahan nikel terus menaik, 927,9 ribu ton pada 2019, 2,41 juta ton (2020), naik menjadi 2,47 juta ton (2021). Pada 2021, pendapatan pertambangan mineral dan batubara (termasuk nikel) mencapai Rp44,83 triliun atau 9,77 persen dari total penerimaan negara bukan pajak.
Namun yang menjadi pertanyaan, apakah dengan proporsi sumbangsihnya bagi penerimaan negara itu sudah sebanding?
”Ini yang perlu ditelusuri kembali proporsionalitasnya”tegasnya.
DPP KNPI menilai tidak ada asap jika tak ada api. Tidak akan ada tuntutan jika memang tidak ada ketimpangan. Maka disinilah yang menjadi titik tolaknya, penyelesaian perkara ini harus dinilai dengan menggunakan beragam perspektif. Nikel adalah komoditas yang semakin bernilai tinggi, di tengah euforia industri kendaraan listrik dan tren energi hijau dan bersih. Jika memang ketimpangan ini sangatlah nyata dan tervalidasi, maka menyalahkan tuntutan pekerja adalah sikap yang tidak adil dan tidak memihak pada rakyat Indonesia. Pemerintah tidak bisa berlindung dibalik azimat investasi jika investasi tidak punya kontribusi yang sebanding.
“Kami meminta pemerintah untuk terukur dan adil dalam mengambil sikap atas terjadinya insiden berdarah yang menewaskan pekerja di PT. GNI ini. Apalagi peristiwa serupa bukanlah yang pertama. Kita juga masih mengingat tewasnya pekerja karena kebakaran instalasi tambang. Ini menandaskan ada persoalan laten dalam hal keamanan dan keselamatan pekerja. Jika memang perusahaan tidak mampu, atau bahkan tidak punya atensi untuk menjamin keselamatan pekerjanya, maka investigasi menyeluruh dengan melibatkan banyak pihak adalah pilihan yang niscaya. Nyawa pekerja tidak akan pernah sebanding dengan klaim investasi yang terus saja direproduksi,” tutup Rusdi.(***)