oleh

Presiden Prabowo “Serakahnomics” Membongkar Luka Nusantara di Tengah Tambang

-OPINI-657 Dilihat

Oleh: Mukhtar A. Adam, Ketua ISNU Maluku Utara

Di tengah gegap gempita nasionalisme dan euforia laga Timnas Indonesia melawan Tiongkok di Piala Dunia 2026, terselip sebuah kenyataan getir dari Halmahera. Raungan mesin tambang Tiongkok bukan sekadar suara industry, melainkan genderang pengusiran terhadap masyarakat adat Tobelo dalam. Mereka lari, bukan karena kalah perang, tapi karena kalah kuasa di tanah mereka sendiri.

Baca Juga  Mencari Kandidat Ketum PPP 2025-2030

Sementara itu, dari bilik bambu beratap jerami, rakyat menyanyikan syair lagu “Rumah Kita” karya God Bless, seakan menyuarakan bahwa meski miskin, mereka tetap punya tanah yang seharusnya milik mereka. Sebuah ironi yang menyayat, kita menang di stadion Senayan, tapi kalah di kebun cengkeh, pala dan kelapa.

Musik Nasionalisme di Tengah Tanah Terjajah. Syair-syair penuh makna menggema dari Senayan hingga ke pesisir Halmahera. Lagu Tanah Airku dibawakan Shanna Shannon bukan sekadar penampilan; itu ratapan. Anak-anak negeri yang bernyanyi sambil menonton dari warung kecil, berdiri tanpa alas kaki, menyanyikan lagu tentang negeri yang seharusnya memeluk mereka, bukan menggusur. Itu bukan hiburan. Itu terapi luka nasional.

Baca Juga  Setelah Jokowi Terpinggirkan, Siapa Jadi Oposisi Prabowo?

Tanah Air Bukan Sekadar Tanah. Tanah yang dijual atas nama hilirisasi bukan sekadar lahan, melainkan roh konstitusi. Pasal 33 UUD 1945 bukan puisi indah dalam teks hukum, ia adalah kompas moral negara ini. Bila tanah air hanya dihitung dalam tonase ekspor dan bukan sebagai ruang hidup anak bangsa, maka kita sedang menjual masa depan untuk beli pertumbuhan semu.

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *