Serakahnomic: Diksi, Realita, dan Konstitusi. Presiden Prabowo menyebutnya “Serakahnomic” sebuah diksi emosional dan penuh amarah, tapi bukan tanpa dasar. Ini bukan teori ekonomi kampus; ini seruan rakyat yang dihisap keringatnya oleh kekuatan modal rakus.
Serakahnomic adalah praktik ekonomi yang dimonopoli segelintir elite, dikendalikan oleh kepentingan korporasi, yang menimbun pertumbuhan ke atas, tapi menyisakan kemiskinan di bawah. Dan iya, ini bukan delusi, ini fakta.
Laporan BPS semester I tahun 2025 memperlihatkan pertumbuhan ekonomi yang tinggi di Maluku Utara (34,58%), namun ketimpangan tetap membangkak, dan kemiskinan tetap menjadi langganan desa-desa sekitar tambang.
Statistik yang Menyembunyikan Kebenaran. Prabowo mencoba menembus ilusi statistik: bahwa pertumbuhan ekonomi bukan berarti kesejahteraan, dan bahwa kemiskinan tidak bisa diukur hanya dari konsumsi beras per kapita. Ia sadar bahwa teori ekonomi makro telah terlalu lama menyembunyikan penderitaan mikro. Karena grafik bisa naik, sementara dapur rakyat tetap kosong.
Jalan Pulang ke Ekonomi Pancasila, Alih-alih meminjam jargon “new capitalism” atau “green economy”, Prabowo kembali ke ekonomi Pancasila, bukan sekadar karena itu ide lama, tapi karena itu warisan konstitusi. Ia bicara tentang keadilan sosial, distribusi sumber daya, dan pemerataan hasil pembangunan, sesuai amanat Pasal 33 UUD 1945. Bukan sekadar hilirisasi bahan mentah, tapi hilirisasi kesejahteraan.
Komentar