Oleh: [Dapur Redaksi PIKIRAN UMMAT]
Suara-suara dari pesisir dan ladang mulai terdengar lebih lantang dari ruang-ruang akademik. Di Pulau Ternate, tokoh pemuda dan tokoh pemekaran Provinsi Maluku Utara sambil menatap lahan kering milik petani sambil bertanya lirih,
“Di mana suara kampus kita sekarang?”ujar A.Malik Ibrahim dengan getir
Pertanyaan sederhana itu menyimpan kekecewaan mendalam. Di saat pembahasan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) Maluku Utara tahun 2026 berlangsung tanpa partisipasi publik, kalangan akademisi yang diharapkan menjadi penjaga nurani justru memilih diam.
RAPBD dan Sunyinya Menara Gading
Dalam setiap pembahasan RAPBD, kampus seharusnya hadir sebagai pengimbang, memberikan analisis kritis dan kajian objektif agar anggaran benar-benar berpihak kepada rakyat. Namun tahun ini, suara itu nyaris tak terdengar. Tidak ada diskusi publik, tidak ada kajian terbuka, dan tidak ada pernyataan sikap dari lembaga-lembaga pendidikan tinggi di Maluku Utara.
Bagi banyak warga, sikap diam ini menyakitkan.
“Kampus itu kan tempat orang pintar. Kalau yang pintar saja diam, siapa lagi yang mau bela rakyat?” ujar mantan ketua KNPI Malut yang pertama ini.










Komentar