Langkah Gubernur Maluku Utara Sherly Tjoanda Laos meninjau langsung pelaksanaan Uji Kompetensi ASN berbasis digital bukan sekadar rutinitas birokrasi. Kesan pertama begitu menggoda, itu adalah simbol perubahan paradigma: dari birokrasi konvensional menuju pemerintahan berbasis meritokrasi dan data atau seperti istilah yang kini populer di lingkaran pemerintahan Maluku Utara, “Good Governance.”
Pesan tegas, konsep ini bukan jargon kosong, meritokrasi bakal dijalankan dengan sistem yang terukur, transparan, dan berbasis digital, sebagaimana ditunjukkan melalui penggunaan Mobile Assisted Competency Test (MACT) hasil kolaborasi dengan Universitas Padjadjaran (Unpad). Tes ini memungkinkan hasil kompetensi ASN muncul secara real time, menghapus ruang abu-abu antara prestasi dan preferensi, antara kemampuan dan kedekatan.
Pada titik ini, sementara publik menaruh percaya, langkah tersebut menandai reformasi birokrasi gelombang baru di Maluku Utara. Sherly tampak memahami satu hal mendasar yang sering dilupakan oleh banyak kepala daerah: membangun infrastruktur pemerintahan bukan hanya soal jalan dan gedung, tetapi membangun sistem dan manusia di dalamnya.
Sistem meritokrasi adalah pondasi dari tata kelola pemerintahan modern. Tanpa merit, birokrasi akan terus terjebak dalam politik balas jasa, birokrasi yang stagnan, dan ASN yang bekerja tanpa dorongan kompetensi. Sherly tampaknya hendak mengakhiri tradisi lama itu dengan menempatkan kompetensi dan integritas sebagai mata uang baru dalam karier ASN.
Lebih dari sekadar digitalisasi tes, langkah ini adalah bagian dari arsitektur besar “Good Governance”: sebuah konsep tata kelola yang meniru prinsip perusahaan teknologi raksasa dunia, efisien, transparan, terukur, dan berbasis data. Dalam model ini, keputusan publik tidak lahir dari lobi, melainkan dari logika. Tidak dari intuisi politik, tapi dari informasi empiris yang terverifikasi.
Namun, perjalanan menuju meritokrasi sejati tentu tidak mudah. Sherly akan menghadapi tantangan besar: resistensi dari kelompok status quo yang selama ini nyaman dengan sistem lama. Reformasi birokrasi bukan hanya perubahan sistem, tetapi juga perubahan budaya kerja. Dan di sinilah kepemimpinan Sherly diuji, apakah ia mampu mempertahankan idealisme di tengah godaan pragmatisme politik yang mengakar kuat di birokrasi daerah.
Komentar