oleh

BERBURU BUKU-BUKU ‘ANTIK’ DI BLOK-M

-OPINI-201 Dilihat

Oleh : M.Guntur Alting

”APA yang muncul di benak Anda ketika mendengar nama blok-M ?”– Sepintas yang terlintas adalah tempat nongkrong gaul dan surga kuliner Asia.

Bahkan blok-M adalah ikon dari Musik, film fesyen, cinta, dan pergaulan anak muda. Setidaknya itulah kenangan yang melekat di benak generasi 90-an.

Bagi saya yang lahir dan besar di luar Jakarta. Dengar nama blok M, yang muncul di benak adalah film bergendre drama remaja berjudul “Blok-M (Bakal Lokasi Mejeng)” diliris (1990). Ini adalah film yang menggambarkan kehidupan remaja di kawasan Blok M pada era 90-an.

Film ini menceritakan kisah Lola (diperankan Desy Ratnasari) yang membentuk geng dan menjelajahi Blok-M, serta persahabatannya dengan Cindy (diperankan Paramitha Rusady) yang terpaksa menjadi pelacur amatir karena masalah ekonomi keluarga. Ada juga Nike Ardila dan Mariam Belina sebagai pemeran

Baca Juga  Demonstrasi dan Penyegaran Di Tubuh Polri

Selain itu, Blok-M asosiasinya adalah terminal. Saya ingat ketika menjadi mahasiswa UIN Alauddin Makassar, melakukan studi tour dari Jogjakarta-ke Jakarta. Dengan Bus kami turun di blok-M. Dan itulah awal mulanya saya menginjakakan kaki di Jakarta.

Tapi siapa sangka, di balik ingar-bingar Blok-M, tersembunyi surga buku antik yang mungkin tak banyak orang tahu?, selama ini yang umumnya orang tahu adalah di pasar Kwitang di daerah Senen.

Pertama kali mendengar buku antik di blok M ini dari teman di kampus.

“Tak hanya di senen Pak Guntur, di Blok-M juga tersedia buku antik.” Ceritanya pada suatu waktu.

Baca Juga  Teori Eggi Sudjana: OST JUBEDIL. Objektif, Sistematis, Toleran, Jujur, Benar, Adil.

“Waah tak jauh dari rumah tuh, penasaran aah, mungkin ada waktu saya akan liat-liat kesana” kata saya.

Demikian, sore yang mendung. Saya bersama kedua Anak saya Faizah dan Yusuf, menuju ke Blok-M. Kami tiba di sana menjelang magrib. Perjalanan kami dimulai dari depan Pintu Mutiara 2 Blok M Square.

Turun satu lantai melalui tangga di depan lobi, kami masih harus turun sekali lagi dengan eskalator untuk sampai di tempat surga buku itu berada.

Didepan kami deretan lapak-lapak buku. Proses perburuan pun di mulai. Kami bertiga berpencar, masing-masing mencari buku-buku keperluannya.

Sejak dari rumah saya sudah melist buku-buku yang ingin saya cari. Setahun terakhir ini saya terpapar dengan karangan De Lestari, Leila S Chodori dan novel-novel fiksi dari kisah nyata, juga buku-buku biografi .

Baca Juga  Jokowi menyusul Nadiem Makarim?

Berada di tengah lokasi lapak-lapak buku, seolah-olah hilang kewarasan kita. Ingin membeli sebanyak-banyaknya, karena harganya murah. Selain itu banyak buku-buku yang tidak kita dapatkan lagi di toko-toko buku saat ini.

Begitulah eforia dan sensasinya. Karena selama ini terasa mahalnya beli buku di toko Gramedia. Jika di gramedia 100.000 hanya dapat 1 buku, di blok-M ini dengan nominal itu, sudah bisa tiga sampai empat buku.

Tiga jam tak terasa kami tawaf di hampir semua kios buku. Saya akhirnya bisa bawa pulang buku : Aroma Karsa, Tak ada Rencana, Supernova : akar–karya De Lestari. Buku biografi saya dapatkan My Live My Secret Krisdayanti, Biografi Musik Krisye karangan-Albertine Endah.

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *