Namun yang terjadi, publik tidak pernah benar-benar tahu bagaimana beasiswa didistribusikan. Informasi yang beredar melalui pemberitaan regional menyebut angka Rp 800 miliar, tetapi transparansi penggunaan anggaran itu tidak jelas. Misalnya, tidak jelas berapa alokasi beasiswa untuk SD, SMP, SMA/SMK, dan Perguruan Tinggi. Seandainya kita konsisten menggunakan basis konstitusional (Rp 660 miliar), maka tiap jenjang pendidikan idealnya masing-masing dari SD, SMP, SMA dan Perguruan Tinggi memperoleh Rp 82,5 miliar. Pertanyaan kritisnya, apakah ini benar-benar direalisasikan atau hanya sebatas angka di atas kertas?, kalaupun suda direalisasikan katakan kreteria apa yang berhak mendapatkan, apakah secara selektif melalui prestasi individu-individu ataukah kategori penerima adalah rakyat miskin?
“Ini harus jelas dong”tukas Reza.
Di sinilah dia menekankan pentingnya peran intelektual organik untuk mengontrol, mengkritisi, sekaligus mengawasi kebijakan pemerintah. Reza menandaskan, Pemerintah provinsi tidak boleh hanya terjebak haya dalam pencitraan politik. Lebih dari itu, Pemerintah Provinsi Maluku Utara wajib transparan, akuntabel, dan adil dalam mengelola APBD agar pendidikan benar-benar menjadi pilar penguatan sumber daya manusia di Maluku Utara.
Komentar