Oleh: Muslim Arbi, Pengamat Hukum dan Politik
Slogan NKRI harga mati sering dikibarkan mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas dalam berbagai kesempatan. Retorika itu seakan menjadi tameng politik dan moral, sekaligus penegas posisi dirinya di ruang publik. Namun kini, ketika ia terseret dalam kasus dugaan korupsi kuota haji, publik bertanya: sejauh mana slogan itu berdiri di atas konsistensi moral, dan sejauh mana hanya sebatas kata-kata untuk memperkuat citra?
Kasus kuota haji adalah perkara serius. Ini bukan sekadar urusan birokrasi, tetapi menyentuh langsung hak ribuan umat Islam yang menabung dan menunggu bertahun-tahun untuk berangkat ke Tanah Suci. Ketika urusan sakral seperti haji justru ditarik ke ranah dugaan korupsi, dampaknya sangat dalam: kepercayaan umat terguncang, citra Kementerian Agama tercoreng, dan reputasi negara sebagai penyelenggara layanan publik dipertaruhkan.
Yaqut selama menjabat kerap menuding pihak lain sebagai radikal atau fundamentalis bila tidak sejalan dengan pandangan politiknya. Retorika semacam itu mungkin efektif untuk membungkam kritik, namun kini berbalik menjadi bumerang. Publik menilai, ketika isu korupsi menjerat, sekeras apa pun teriakan soal NKRI harga mati tak akan mampu menutupi fakta dugaan penyalahgunaan wewenang.
Komentar