Bagaimana Menggunakannya di Kebijakan?
1. Standar Layanan Kepulauan. Tetapkan standar minimum layanan per pulau (jam listrik, frekuensi kapal, SLA internet, stok bahan esensial) dan ikat pada transfer fiskal berbasis pulau, untuk memastikan setiap layanan di pulau berpenghuni
2. Fiskal yang Mengakui “Biaya Tetap Pulau”. Di dalam DAU/DAK, tambahkan komponen fixed cost kepulauan, sehingga biaya minimum menghadirkan layanan di pulau berpenghuni (transport, logistik, tenaga layanan). Ini membuat formula lebih adil ketimbang proksi penduduk semata.
3. PSO Laut Berbasis Reliabilitas. Public Service Obligation (PSO) untuk rute laut/udara kecil disusun dengan indikator ketepatan jadwal dan cakupan pulau, bukan sekadar tonase atau okupansi.
4. Koperasi & Rantai Pasok Satu Harga. Dorong koperasi pulau sebagai agregator logistik—menerapkan kontrak pasokan, gudang mikro, dan pembayaran digital—agar volatilitas harga ditekan. Pemerintah daerah dapat menyalurkan DAK fisik & nonfisik untuk infrastruktur dingin, timbangan, dan POS digital di pulau.
5. Dashboard Publik IKP–IKAP. Publikasikan skor per pulau secara daring. Ketika warga melihat angka IKP desanya dan membandingkan dengan pulau tetangga, akuntabilitas meningkat secara alami. (Humor tipis: “Kalau sinyal susah, cetak dan tempel di balai desa—biar transparansinya tak tergantung cuaca.”)
Apa Dampaknya bagi Ketimpangan Wilayah?
IKP memaksa kita menatap ketimpangan yang tersembunyi di balik rata-rata kabupaten. Dua kabupaten bisa terlihat serupa di data makro, tetapi jika satu memiliki 20 pulau berpenghuni dengan konektivitas rapuh, ongkos layanan di sana jauh lebih tinggi, tanpa formula yang tepat, mereka akan selalu “kehabisan napas” di garis start.
Lebih dari itu, IKP memberi dasar teknis untuk target “Nusantara 0–30–90”:
• 0 pulau berpenghuni tanpa listrik harian,
• maksimum 30% deviasi harga pokok dari rata-rata provinsi,
• 90% cakupan internet fungsional.
Target ini realistis bila diikat pada transfer fiskal berbasis pulau dan PSO yang mengutamakan reliabilitas.
Ujungnya: Menyatu Pulau Nusantara
Deklarasi Juanda sudah lama mendefinisikan laut sebagai perekat. Namun perekat itu butuh alat ukur agar kebijakan berhenti buta warna terhadap kepulauan. IKP—dengan enam pilar dan metrik ketimpangan IKAP—menawarkan kompas baru untuk menilai, membiayai, dan memperbaiki layanan lintas pulau berpenghuni.
Mari jadikan peringatan kemerdekaan bukan sekadar upacara di alun-alun, tetapi juga “audit” kecil terhadap pulau-pulau yang jauh dari alun-alun itu. Kalau laut bukan pagar, maka kemerdekaan tidak boleh berpagar pulau. Dan kalau bendera bisa tegak di dasar laut, semestinya layanan dasar pun bisa tegak di setiap pulau. Dirgahayu Indonesia.
Komentar