”dokter spesialis jantung tersisa 1 orang, ada yang sudah pindah ke daerah lain, demikian dokter ahli yang lain, sedangkan dokter ahli saraf hanya mengandalkan dokter ahli saraf mobile dari Tobelo”sambung ia mengungkapkan.
Persoalan komitmen pemerintah daerah, manajemen RSUD CB dituding menjadi penyebab dibalik lemahnya pelayanan di RSUD.
”wajar kalau turun kelas dari tipe B ke tipe C padahal rumah sakit rujukan utama Provinsi harus tipe B”tukas dia.
Kondisi buruknya pelayanan dapat dilihat pada layanan rawat jalan di klinik.Pantauan media ini langsung di Rumah Sakit Chasan Bosoirie, Pasien rawat jalan mengantri di klinik -klinik RSUD CB dari pagi sampai jelang sore.Lebih miris lagi, pasien gawat darurat yang mestinya mendapat pelayanan cepat justru dalam banyak kasus lambat tertangani hingga ada yang merenggang nyawa di ruang ICU atau ruang gawat darurat, beber sumber ini.
“Pak Usman bisa melihat dipoli antri juga pasiennya”terang sumber of derecord ini.
Mengapa minimnya dokter ahli diungkapkan sumber internal ini karena RSUD CB tak menarik dimata para dokter ahli karena kecilnya insentif dokter ahli dan jasa operasi.RSUD CB bahkan kalah insentif dengan RSUD Labuha, Kabupaten Hal-Sel, katanya.
”Dokter spesialis enggan ke Malut bahkan yang sudah ada pindah ke daerah lain karena insentifnya sangat kecil, insentif dokter spesialis RSUD CB hanya Rp.15.000.000, kalah insentif dengan RSUD Labuha Hal-Sel yang Rp.50.000.000”ujar ia membandingkan.
”Bo, dokter ahli juga manusia, hari gini hanya mengandalkan idealisme saja tidak cukup ditengah biaya hidup yang semakin meningkat”ketus dia.
”Jasa operasi di RSUD dari Rp.700.000 -Rp.1.300.000., itu sangat minim dari daerah lain dan standar harga resmi”beber dia.
Komentar