Dari sisi perspektif dan logika hukum, bahwa putusan MA. pun patut diperselisihkan dari sudut tinjau asas hukum pidana dalam kerangka mencari dan menemukan Hakekat Kebenaran (materiele waarheid)?
Dan kelak waktu akan membuktikan keberadaan ‘Novum’ akan mejadikan alat rehabilitasi nama baik kedua patriot (BTM dan Gus Nur) melalui upaya herziening (PK), berikut ganti rugi oleh negara karena aparatur negara telah melakukan “praktik kriminalisasi” atau setidaknya aparatur negara telah melakukan kelalaian karena faktor “sengaja” disobedient terhadap proses penegakan hukum yang berakibat terjadi pelanggaran HAM terhadap BTM dan Gus Nur.
Maka ujar kebencian apa yang Kedua TDW lakukan? Karena fakta hukum unsur unsur ujar kebencian, nyata tidak bisa dibuktikan oleh JPU karena tidak ada asli ijazah (SD-SMP-SMA dan S-1) dan alat bukti pendukung lainnya diantaranya asli skripsi, ‘alamat kost’ Jokowi di Jogja, kejelasan lokasi KKN serta bukti pelunasan biaya kuliah Jokowi selama 5 tahun (bukti pembayaran per semester) dari pihak UGM termasuk *_bukti primer hasil labfor ijazah asli dan skripsi asli_* dll yang initnya sebagai dasar klausula pertimbangan Majelis Hakim untuk menjustifikasi dakwaan.
Oleh karenanya diperselisihkan, darimana klausula terkait pertimbangan hukum didalam vonis (PT dan MA) sebagai indentifikasi hukum, sehingga kedua TDW dinyatakan oleh vonis telah melanggar pasal ujar kebencian/hate speech.
Sehingga pertanyaan hukumnya apa yang mendasari judeks facti PT. Semarang dan judeks juris MA untuk vonis ujar kebencian? Karena nomenklatur ‘ujar kebencian’ hanya dapat dibenarkan andai kedua TDW melakukan kebohongan atau fitnah dengan keberadaan Ijazah asli dll yang dijadikan alat bukti komparasi terhadap bukti terkait narasi BTM “Jokowi Ijazah Palsu”.
Komentar