Catatan Usman Sergi/ Pemred.
Politik nasional sedang menunjukan wajah anomali dan paradox.Baru pertama dalam sejarah politik Indonesia, mantan Presiden masih menjadi orang kuat dan memiliki kekuatan bargening yang dahsyat terhadap Presiden terpilih.
Kita telah belajar banyak sejak era Soekarno, Soeharto, Gus Dur, Megawati dan SBY, tidak sedahsyat ini kekuatan pengaruh seorang mantan.Mungkin saja mereka ikhlas melepas jabatan Presiden yang mereka pandang sebagai tugas demokratik bukan bak tahta raja yang harus terus dipertahankan eksistensi substansialnya.
Para The Founding Fathers bangsa itu bukanya “sirik” lalu menjaga jarak dengan mantan Presiden bahkan berhadap-hadapan namun mereka ingin menjaga momentum perubahan yang dilahirkan rakyat.Kondisi aktual bangsa ini menuntut Presiden Prabowo bersikap demikian.
Negara dan bangsa ini sedang dalam situasional degradatif baik ekonomi, hukum dan sosial politik.Warisan hutang telah menggerogoti belanja fiskal, sistem yang oligarki telah melemahkan komitmen kerakyatan, hukum tumpul ke atas namun tajam ke bawah, pelemahan KPK dan MK, keadilan sosial yang menjadi azaz bernegara ini mati suri, demikian arus sosial juga menunjukan aura muram oleh kenaikan harga kebutuhan pokok.Putaran jarum sejarah bangsa ini seolah berputar balik dari cita-cita awal konsensus bernegara Indonesia.
Lahirnya kepemimpinan bangsa melalui hasil pemilu dan Pilpres 2024 disambut suka cita sebagai momentum perubahan Indonesia yang lebih baik.So ! Ditengah kondisi bangsa yang “nyungsep” itu, hadirnya Prabowo Subianto sebagai Presiden RI diproyeksikan rakyat sebagai pemimpin anti tesa yang diimpikan bisa memutar balik arah jarum sejarah bangsa kembali pada khitoh nya sebagai bangsa yang kuat baik ekonomi, sosial, hukum, demokrasi, politik dan pertahanan keamanan.Bangsa yang kembali menjadi tumpuan harapan hidup seluruh anak bangsa bukan sebaliknya #kabur aja dulu.
Namun Harapan indah itu seolah sirna seketika, ketika pekikan hidup Jokowi yang keluar dari mulut Presiden Prabowo.Ditengah arus tuntutan yang masiv adili Jokowi dan keluarganya serta kroni-kroninya, Prabowo justru berteriak lantang Hidup Jokowi ! Prabowo lebih memilih ber CLBK dengan Jokowi ketimbang bersama amanat penderitaan rakyatnya.
Kita tidak tahu, apa yang ada di benak kepala Presiden RI yang juga Ketua Umum Partai Gerindra ketika memekikkan hidup Jokowi dalam pidato politiknya sebagai Ketum Partai Gerindra di HUT Partai Gerindra yang ke 15 tahun, 15 Februari 2025 di Sentul, Bogor beberapa hari kemarin.Tidak sekedar pekikan Hidup Jokowi, Prabowo bahkan memuji Jokowi setinggi langit Nusantara, bahwa Keberhasilanya menggapai RI 01 karena jasa besar Presiden RI ke 7 itu.Padahal pidato seorang ketua Umum Partai Politik berkuasa layaknya pidato seorang Presiden yang beroreantasi pada kepentingan nasional bukan personal.Pada momentum itu, kita berharap, HUT Gerindra sebagai momentum penegasan komitmen politik seorang Presiden Prabowo terhadap masa depan bangsa ini yakni bisa mengubah arah sejarah bangsa ini kembali baik.
Kita menyesal, Prabowo seperti kehilangan ruh sebagai pemimpin tegas yang hidup ketika kampanye.Hati rakyat membuncah, mestinya Presiden Prabowo saat dipodium HUT Gerindra itu menegaskan komitmen kepentingan nasional bukan personal.Sikap yang bak pisau bermata dua, bakal membuat Gerindra semakin top dan dia semakin di cemerlang sebagai Presiden.
Hasil survey kepuasan publik 100 hari kerja 81% yang tertinggi dalam sejarah itu semestinya memberikan comvidances bagi Prabowo, memulai start meyakinkan sebagai Presiden perubahan yang bisa menjawab tuntutan rakyat.Namun nampaknya Prabowo berpikir lain yang seindah Mulyono.
Publik sempat melihat secercah harapan ketika Prabowo yang nampak tegas lurus sebagai Presiden seutuhnya dengan kebijakan makan gizi gratis, pemutihan hutang UMKM, blokir anggaran Proyek Ibukota Negara atau IKN dan sikap keras Prabowo terhadap kasus pagar laut pik 2.Namun perkembangannya mati langkah.
Komentar