Ada hal yang ingin saya tulis untuk part ini.Ide dan pesan telah kelar, sisa menunggu jeda waktu untuk menuangkannya.Tiba-tiba si sulung di Makassar mengabarkan bahwa adiknya berulang tahun hari ini, Dian Shafa Ramadhanti.Jika saya memutuskan me nulis ini, maka itu tak semata mematrikan kenangan tetapi juga, ada pesan yang penting dan mengiringinya.
Si bungsu ini, di taqdirkan melihat dunia di 11 Oktober 2006.Memberi namanya, sengaja di pilih sebagai penanda waktu, di awal ramadhan, bulan yang di muliakan kaum muslimin sebagai yang penuh rahmat dan magfirah.Jadilah, pelita atau penerang di awal bulan penuh rahmat.Bisa juga bermakna cahaya, yang mentasbihkan mi’raj, jalan menggapai dan “memeluk”Nya di lapisan langit tertinggi dalam pandangan ahli hakikat.
Dan kita bisa saja berpendapat apa saja, tetapi kadar kasih dan sayang pada si bungsu, selalu paralel dengan titian kehendakNya.Para orang tua pasti tak bisa mengelak jika mereka-mereka ini punya bilik khusus di relung hati yang paling dalam.ġengan mereka, rasionalitas jadi berantakan.Berbagi kasih yang setara,hanya teori.Yang tersisa, subjektifitas yang tak berbatas.Tak perlu menalar kehendak rahman dan rahimNya.
Karib saya di Manado, seorang pekerja media yang malang-melintang ketika itu, Katamsi Ginano,punya istilah khusus buat anak-anak bungsu, jenderal bintang lima.Penamaan ini terinspirasi dari tradisi Tentara Nasional Indonesia [TNI] yang ketika itu, di jaman Orde Baru, memberi gelar kepada jenderal-jenderal tertentu.Padahal dalam struktur kepangkatan hanya di kenal bintang empat.Dan jika di Indonesia ketika hanya ada satu jenderal bintang lima maka anak bungsu kita adalah yang keduanya.
Komentar