oleh

Dian Telah 17 Tahun,Serasa Menggantung di Horison : Harap-harap Cemas [Part 73].

-OPINI-92 Dilihat

Iklan.
Ada hal yang ingin saya tulis untuk part ini.Ide dan pesan telah kelar, sisa menunggu jeda waktu untuk menuangkannya.Tiba-tiba si sulung di Makassar mengabarkan bahwa adiknya berulang tahun hari ini, Dian Shafa Ramadhanti.Jika saya memutuskan me nulis ini, maka itu tak semata mematrikan kenangan tetapi juga, ada pesan yang penting dan mengiringinya.

Si bungsu ini, di taqdirkan melihat dunia di 11 Oktober 2006.Memberi namanya, sengaja di pilih sebagai penanda waktu, di awal ramadhan, bulan yang di muliakan kaum muslimin sebagai yang penuh rahmat dan magfirah.Jadilah, pelita atau penerang di awal bulan penuh rahmat.Bisa juga bermakna cahaya, yang mentasbihkan mi’raj, jalan menggapai dan “memeluk”Nya di lapisan langit tertinggi dalam pandangan ahli hakikat.

Baca Juga  BADAI SERBIA JANGAN KE SINI

Dan kita bisa saja berpendapat apa saja, tetapi kadar kasih dan sayang pada si bungsu, selalu paralel dengan titian kehendakNya.Para orang tua pasti tak bisa mengelak jika mereka-mereka ini punya bilik khusus di relung hati yang paling dalam.ġengan mereka, rasionalitas jadi berantakan.Berbagi kasih yang setara,hanya teori.Yang tersisa, subjektifitas yang tak berbatas.Tak perlu menalar kehendak rahman dan rahimNya.

Baca Juga  Ramadhan : Antara Puasa dan Penguasa

Karib saya di Manado, seorang pekerja media yang malang-melintang ketika itu, Katamsi Ginano,punya istilah khusus buat anak-anak bungsu, jenderal bintang lima.Penamaan ini terinspirasi dari tradisi Tentara Nasional Indonesia [TNI] yang ketika itu, di jaman Orde Baru, memberi gelar kepada jenderal-jenderal tertentu.Padahal dalam struktur kepangkatan hanya di kenal bintang empat.Dan jika di Indonesia ketika hanya ada satu jenderal bintang lima maka anak bungsu kita adalah yang keduanya.

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *