oleh

NEW NORMAL

-OPINI-245 Dilihat

Pada 3 April lalu, dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR untuk membahas evaluasi paruh waktu hasil Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2020-2024, Menteri Perencanaan Pmbangunan Nasional/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa menyampaikan bahwa selama 12 tahun  ekonomi RI hanya tumbuh 4,71%. Bahkan, dalam 7 tahun terakhir hanya 4,01%.

Capaian itu tentu tidak cukup untuk keluar dari middle income trap. Syarat untuk lolos dari jebakan itu adalah pertumbuhan 6%. Hal tersebut ditanggapi anggota Komisi XI Gus Irawan Pasaribu yang mmpertanyakan hasil pertumbuhan tersebut dengan fakta lonjakan utang RI yang sangat tinggi di era Jokowi. Dus, sebenarnya selama pemerintahan Jokowi, yang terjadi adalah proses pemiskinan bangsa.

Padahal, dulu dia berjanji pertumbuhan ekonomi di bawah  pemerintahannya akan tumbuh 7%, tidak akan berutang, dan menghentikan impor pangan. Faktanya, pemerintah segera mengimpor dua juta ton beras di tengah panen raya. Padahal, menurut Badan Pusat Statistik, thn 2022 kita mengalami surplus produksi beras 1,8 juta ton.

Baca Juga  Jadi Juara, PKS Kompromistik Di DKI

Jika diakumulasi dengan sisa surplus tahun  lalu sebesar 3,9 ton, maka tahun ini terjadi surplus 5,7 juta ton. Lalu, mengapa mengimpor dilakukan? Jokowi beralasan untuk mengantisipasi datangnya elnino. Tapi bagi saya, tujuannya adalah mengantisipasi gejolak sosial-politik bila prpanjangan masa jabatan presiden atau rekayasa pilpres dilakukan.

Kalau demikian, rakyat dapat  dibujuk dengan kelimpahan beras di pasar. Beras memang komoditas politik yang strategis. Dulu, yang mempercepat kejatuhan Soeharto, adalah terjadi kelangkaan beras di pasar. Nampaknya, Jokowi belajar daru pengalaman Soeharto untuk tidak jatuh dan diadili.

Sementara itu, kebijakan yang menganiaya rakyat dapat dilihat pada postur APBN 2023. Pengamat sosial ekonomi berpendapat, postur APBN ini merugikan rakyat jelata karena nampak ada keberpihakan yang mencolok pada para pengusaha. Pemerintah menggenjot pajak pada rakyat untuk menambal defisit, sementara pengusaha diberikan fasilitas pajak ekspor dan impor. Dus, APBN kian ugal-ugalan: melegitimasi perampokan uang rakyat oleh pengusaha. New Normal memang kreasi tidak langsung oligarki melalui pemimpin jahil yang tak punya empati pada rakyat.

Baca Juga  Fiskal Gugus Pulau, Keadilan Anggaran di Negeri Seribu Pulau

Ia merayakan pernikahan puteranya secara mewah dan riuh, yang diniatkan menyerupai pesta pernikahan pangeran Inggris, di tengah kemiskinan rakyat yang meluas. Ini juga New Normal, yang menampilkan kembali ethos raja-raja Jawa zaman dulu. Padahal, Jokowi dipilih karena ia dianggap berjiwa kerakyatan. Ah, sudahlah, sebagian besar cerdik pandai kita juga bersalah atas keterpilihannya menjadi presiden.

Tapi yang membuat kita makin terkejut, pemimpin bedebah mampu menciptakan manusia-manusia baru yang aneh, yang siap menjalankan skenarionya yang juga aneh. Misalnya, Ketua KPK Firli Bahuri. Kelakuannya sedemikian aneh sehingga kita hampir-hampir tak mengenal dia sebagai jendral polisi bintang tiga, yang tugas pokoknya menertibkan negara dan masyarakat melalui penegakan hukum. Artinya, dia penegak norma, moral, dan aturan main di msyarakat.

Baca Juga  Program Linkage Perbankan, Solusi Pembiayaan Koperasi Merah Putih (KMP)

Nyatanya, dia sangat  bersemangat menjerat seorang bakal capres sebagai tersangka kasus korupsi tanpa bukti. Ini juga New Normal di mana norma, adab, dan aturan yang dibuat negara boleh diabaikan. Mengerikan! Mungkinkah bangsa yang tak lagi berpegang pada rule of law bisa mncapai tujuannya? Mestinya saya tak mengajukan pertanyaan ini, toh manusia-manusia baru tak punya lagi nurani dan kuping untuk mendengar.

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *