oleh

BANGSA YANG HILANG AKAL

-OPINI-468 Dilihat

Ganjar, yang ikut-ikutan memboikot timnas Israel, mungkin dipandang telah membelakangi Jokowi. Perkiraan kita sangat mungkin salah. Prabowo bisa gagal nyapres. Yang mungkin tampil ke depan adalah Ganjar. Bahkan, terbuka kemungkinan koalisi besar bubar.

Situasi ini tercipta setelah PDI-P menawarkan diri bergabung dengan koalisi besar dengan syarat bacapresnya berasal dari kadernya. Siapakah dia? Kalau Puan Maharani yang disodorkan, sangat mungkin tak ada parpol yang berminat bergabung dengan PDI-P karena nilai jual Puan rendah. Tapi mereka tersandera oleh kasus-kasus korupsi yang mereka lakukan.

Agar bargaining position-nya meningkat, PDI-P mengklaim Jokowi akan ikut menentukan bacapresnya. Kalau demikian, Ganjar yang akan muncul sebagai bacapresnya. Terapi Gerindra (mungkin juga PKB) akan menarik diri dari koalisi besar. Tidak masuk akal setelah dua kali sebagai capres di dua pilpres terakhir kini Prabowo bersedia hanya diposisikan sebagai bacawapres.

Baca Juga  Setelah Jokowi Terpinggirkan, Siapa Jadi Oposisi Prabowo?

Kendatu demikian, sangat mungkin KIB bersedia bergabung dengan PDIP kalau Ganjar adalah bacapres dan Ketum Golkar Airlangga Hartarto sebagau bacawapres. Bagaimana posisi Jokowi kalauGerindra keluar dari koalisi besar? Apakah ia bersedia ikut menjdi penentu bakal capres-cawapres dari koalisi yang dibangun PDI-P tanpa Gerindra?

Bagaimana pula posisi Gerindra sekiranya PKB bersedia bergabung dengan koalisi yang dibangun PDI-P sehingga Prabowo tak bisa nyapres? Bagaimana sekiranya Jokowi konsisten mendukung koalisi besar tanpa PDI-P?

Kendati bisamengusung capres-cawapres sendiri, tidak mungkin PDI-P akan berjalan sendiri tanpa koalisi karena siapa pun bakal capresnya akan langsung tereliminasi di putaran pertama. Dus, PDI-P akan terus bermanuver sampai ia mendapatkan mitra koalisi — dengan Golkar, Gerindra, atau PKB — sehingga mengancam kelangsungan hidup koalisi besar.

Baca Juga  Amnesti Prabowo kepada Hasto dan Abolisi Tom Lembong Sudah On the Track

PAN dan PPP tidak berguna sebagai vote getter karena sebagian besar konstituen mereka bersimpati padaAnies. Situasi ini tentu saha rumit. Tetapi bukan kita saja yang kehilangan kemampuan untuk memprediksi koalisi yang mungkin terbentuk dengan bakal capres-cawapres yang pasti. Para elite parpol pun kebingungan dalam merasionalisasi dinamikan politik yang sedang berjalan. Dengan kata lain, mereka tak mengendalikan keadaan yang sangat cair.

Idul Fitri adalah momentum yang disediakan Islam untuk mengharmoniskan kembali kehidupan sosial setelah setahun sebelumnya kaum Muslim bertengkar untuk meraih kepentingan masing-masing. Idul Fitri diniatkan untuk umat Islam saling memaafkan dan memperkokoh kembali persaudaraan Islamiyah, insaniyah, dan wathaniyah.

Dengan begitu, mestinya para politisi — setelah kualitas hidup mereka meningkat pasca berpuasa — menemukan ruang sosial baru yang lebih luas untuk bekerja sama atau paling tidaj membangun saling pengertian. Silaturahmi antar pelaku politik dalam konteks pilpres akan menyejukan situasi konfliktual yang terbangun saat ini.

Baca Juga  80 Tahun Merdeka “Indeks Kemerdekaan Pulau”

Sayang, para pemainnya akan menafsirkan Idul Fitri secara berbeda. Semuanya akan disesuaikan dengan kepentingan politik. Dus, misalnya, nyaris mustahil Cak Imin, Puan, atau Prabowo mengunjungi Anies, AHY, atau Ahmad Syaikhu.

Kalay itu terjadi, mungkin pesan yang ditangkap publik dari pertemuan mereka berbeda dengan apa yang mereka niatkan. Dalam pengertian yang sama, Megawati mungkin saja menutup pintu rumahnya bagi tokoh politik dari KPP. Alhasil, silaturahmi hanya akan terjdi antar sekutu atau calon sekutu. Rumah-rumah ketua parpol akan menjdi ruang-ruang isyarat simbolis atau negosiasi politik pada hari lebaran.

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *