oleh

Di Santiong,saat berpulangnya sang Mertua tercinta [Part.15].

Saya mengamati,bahkan turut bersama sambil sesekali menyemangati mereka,sejak hari pertama di rumah duka kelurahan Santiong,kompleks pekuburan China,di kesempatan berpulangnya sang Mertua tercinta,ibunda dari isteri saya.apa itu?untuk kesekian kalinya saya merasakan betapa anak-anak muda itu,terlihat begitu bersemangat untuk saling membantu,bahu-membahu bersama keluarga duka,membereskan banyak urusan.mulai dari pemasangan tenda depan rumah,menyiapkan kursi,membereskan sampah,undangan tahlilan untuk jamaah dan warga hingga melaksanakan sebagian urusan domestik,”wilayah”nya kaum ibu.malamnya usai tahlilan,sambil “ngopi” melepas lelah,mereka berbagi cerita tentang banyak hal.semuanya lepas,mulai dari pengalaman mistik saat mendaki gunung Gamalama,semalam suntuk “jaga durian” di Ngade hingga tanda-tanda alam jika Ternate mau di guyur Hujan.maklum,saat itu,bahkan hingga kini masih sesekali,sedang musim penghujan.tak lupa juga,sedikit rencana atas pemanfaatan dua unit Tenda berukuran 4×6 yang sedang dalam proses pembuatan,di niatkan untuk membantu keluarga di kompleks ini yang berduka,tanpa bayar.saya dan sesepuh kampung,om Saleh Teng,yang tenar di sapa Saleh Janjang,di masa jaya Persiter dulu,mengamati sambil sesekali menimpalinya dengan canda.suasana familiar seperti ini,nyaris terjadi hampir setiap malam hingga berpuncak pada tahlilan hari ke sembilan almarhumah.bahkan setelahnya,masih saja terlihat “konsisten” dan terasa hingga saat ini,di kala ada tahlilan.

Baca Juga  Kejujuran Sang Presiden Ksatria

Daya pikat suasana ini,sontak membawa memori saya bernostalgia jauh ke masa kecil,di sebagian usia SD hingga SMA,di sebuah lingkungan di kampung Gamtufkange,sekarang sebuah kelurahan,berbatasan dengan Soasio,di pulau Tidore.nama tenarnya saat itu,kompleks TRANS.nama ini menandai sebuah gardu PLN [transformator] yang berada di kompleks itu.sepupu-sepupu saya dari garis Ibu,berdomisili di sini,di rumah orang tua mereka.sebagian masa kecil saya di habiskan di sini,di rumah ini.teras rumah ini di saat Ramadhan adalah “barak” untuk beristirahat sejenak menunggu waktu Sahur sambil menikmati siaran Televisi hitam putih 24 inci berkaki empat,bak lemari pakaian itu.

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *