oleh

RUBRIK UTAMA : Setelah Tambang, Apa yang Tersisa?

-Rubrik Utama-214 Dilihat

Euforia pertumbuhan ekonomi Maluku Utara menembus langit. Tapi di bawahnya, rakyat kecil masih berpijak di tanah yang retak.

Oleh: Redaksi Ekonomi Politik PIKIRAN UMMAT

Pada pekan pertama Oktober 2025, media sosial riuh. Gubernur Maluku Utara, Sherly Tjoanda, menjadi bintang baru. Di berbagai platform, warganet memuji kepemimpinannya yang “berhasil membawa Maluku Utara menembus rekor dunia”.
Badan Pusat Statistik (BPS) baru saja merilis laporan mengejutkan: pertumbuhan ekonomi Maluku Utara mencapai 32,09 persen, tertinggi di Indonesia, bahkan di dunia.

“Tak sia-sia beliau menggantikan mendiang suaminya. Maluku Utara berubah pesat,” tulis salah satu pengguna X (dulu Twitter).

Komentar-komentar serupa bermunculan, sebagian tulus, sebagian lagi mungkin karena euforia sesaat atau ada pula yang mencurigai sebagai kerjaan buzzer.

Namun di balik angka fantastis itu, ada narasi lain yang tak seindah statistik.Di desa-desa pesisir Halmahera, petani dan nelayan masih bergulat dengan harga pupuk, biaya logistik, dan keterbatasan pasar. Di kota Ternate, pedagang kecil masih mengeluh sepinya pembeli karena daya beli belum benar-benar pulih.

Pertumbuhan ekonomi 32 persen itu, ternyata, lebih banyak berdenyut di balik dinding smelter dan cerobong industri raksasa, bukan di dapur-dapur rumah tangga rakyat kecil.

Warisan Jokowi, Gemuruh di Era Sherly

Pertumbuhan spektakuler Maluku Utara adalah buah jangka panjang dari kebijakan hilirisasi nikel yang dicanangkan Presiden Joko Widodo sejak 2020.
Ketika ekspor nikel mentah dilarang, investor besar dari Tiongkok, berbondong-bondong membangun kawasan industri di Halmahera Tengah dan Pulau Obi.

Smelter-smelter baru bermunculan. Tenaga kerja berdatangan. Jalan-jalan baru dibuka.
Perekonomian daerah pun melonjak tajam, terutama setelah hilirisasi masuk tahap kedua: pengolahan nikel menjadi bahan baku baterai kendaraan listrik.

Data BPS mencatat, sektor pertambangan menyumbang 40,11% dari PDRB Maluku Utara, disusul industri pengolahan 20,79%. Dua sektor ini menguasai hampir dua pertiga struktur ekonomi provinsi.

Sementara sektor tradisional seperti pertanian, perikanan, dan perdagangan kecil hanya memberi kontribusi di bawah 10 persen.

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *