oleh

Vampir Tambang Vs Ekonomi Prabowo untuk Ekonomi Kepulauan

-OPINI-76 Dilihat

Mukhtar A. Adam, Ketua ISNU Maluku Utara

Ujian Baru Nasionalisme Ekonomi. Presiden Prabowo Subianto kerap dipersepsikan sebagai simbol nasionalisme dan patriotisme. Dari jejak militernya hingga kini memimpin negara, ia konsisten mengirim pesan, Indonesia harus percaya diri menghadapi arus global. Namun kini, ujian baru hadir bukan di medan perang, melainkan di medan ekonomi.

Ledakan ekspor nikel dari Maluku Utara memperlihatkan betapa kaya bumi Nusantara, tetapi sekaligus menyingkap paradoks besar. Ekonomi provinsi tumbuh cepat, tetapi kesejahteraan rakyat di pulau-pulau kecil masih jauh dari ideal. Inilah wajah nyata apa yang disebut Prabowo sebagai “Vampir Ekonomi”: kapitalisme tambang yang rakus, mengekstraksi sumber daya, tanpa transmisi adil ke masyarakat.

Baca Juga  SANG (BEGAWAN) LINGKUNGAN HIDUP

Di tengah situasi itu, dua gagasan awal Prabowo, Makan Bergizi Gratis (MBG) dan Koperasi Merah Putih (KMP), menjadi penting. Ia ingin ekonomi Indonesia kembali pada akar, menyentuh langsung rakyat, dan menata ulang strategi pembangunan sesuai karakteristik negara kepulauan.
Ekonomi Maluku Utara, sebagai cermin dari vampir tambang yang lagi mengoyah ekonomi Nusantara, yang Kaya Ekspor, tapi PDRB Kecil, Mari kita tengok data resmi yang di publikasi BPS.
• Ekspor Maluku Utara naik dari Rp15 triliun (2020) menjadi Rp174 triliun (2024). Hanya empat tahun, nilai ekspor naik lebih dari sebelas kali lipat.
• PDRB Maluku Utara naik dari Rp37 triliun (2020) menjadi Rp90 triliun (2024). Pertumbuhan tinggi, tetapi hanya 2,5 kali lipat.
Di sinilah paradoksnya: pada 2024, ekspor Malut setara 193% dari PDRB. Sejak 2021, ekspor konsisten lebih besar daripada ukuran ekonominya sendiri. Bagaimana mungkin sebuah provinsi mengekspor lebih banyak daripada seluruh kegiatan ekonominya?

Baca Juga  Joko Widodo di anggap menghalangi eksekusi putusan Inkrah Silvester

Jawabannya sederhana: ekspor dikuasai mesin industri dan investor global, sementara PDRB mencerminkan aktivitas 1,3 juta penduduk Malut. Uang besar mengalir keluar, meninggalkan angka-angka indah di neraca perdagangan, tetapi tidak menetes sepadan ke konsumsi rumah tangga, harga pangan, atau layanan publik di pulau-pulau kecil.

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *